Penyelesaian yang ditempuh oleh para elit Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dipandang hanya membuat publik Islam kian tak simpatik terhadap partai tersebut.
Terlebih, fatwa islah dari tokoh kharismatik KH Maimoen Zubair tak diindahkan baik kubu Suryadharma Ali (Ketum) maupun M.Romahurmuziy (Sekjen). Pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf mengaku heran dengan cara-cara penyelesaian tersebut.
"Kenapa kubu yang berseberangan dengan Suryadharma Ali tak memecatnya saja," katanya, Minggu (27/4).
Menurut dia, bila Suryadharma Ali dianggap melanggar AD/RT dengan mengumumkan dukungan terhadap pencapresan Prabowo Subianto sampai kemudian rencana berkoalisi dengan Gerindra, maka seyogyanya langsung diberi tindakan tegas. Tapi yang terjadi justru kubu Rohmahurmuziy memanfaatkan dan mempolitisir fatwa tersebut untuk melegalisasi niat mereka memecat SDA.
"Kalau sudah jelas melanggar AD/ART partai tinggal bilang saja dengan tegas tidak perlu ada islah," terangnya.
Jika islah yang dikedepankan maka tentunya tanpa syarat. Menurut Asep, cara yang ditempuh kedua kubu bertikai terkesan jelas membodohi umat dengan alasan-alasan tak masuk akal. Asep pun mempertanyakan keputusan untuk mempercepat muktamar sementara sudah ada islah.
"Ini kan sama saja kalau ada pembunuh yang dimaafkan tapi tetap dihukum mati karena perbuatannya. Apa ini yang namanya islah? Kalau islah atau ada perdamaian, maka seorang yang bersalah dimaafkan dan tidak ada lagi tindakan," tegasnya.[rmol/hta]
KOMENTAR ANDA