Calon Anggota Legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sumatera Utara nomor urut 19, Rahmat Hidayat, mengaku dicurangi oleh Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang ada di Desa Sigaragara, TPS 7 dan TPS 8, Kecamatan Patumbak Kabupaten Deliserdang.
"Berdasarkan data yang kami punya, hanya di dua TPS itu saja kami dicurangi. Kami tidak punya saksi di seluruh TPS yang ada. Jadi peluang inilah yang dimanfaatkan oleh KPPS di desa itu," kata Rahmat dalam konfrensi persnya, Rabu (23/4/2014) malam.
Menurutnya, di TPS 7 Desa Sigara-gara, ia memperoleh suara sebanyak 51. Namun ketika dilihat pada hasil perhitungan di KPU Deli Serdang, suara yang diperoleh di TPS itu hanya tinggal 34 suara.
"Begitu juga di TPS 8, Saya memperoleh 27 suara, tapi pas perhitungan hanya 4 suara saja. Ada apa ini. Dimana Panwaslu di Kabupaten itu," geramnya.
Ia menilai telah dicurangi oleh panitia pengutan suara setempat. Sehingga suara yang hilang tersebut beralih kepada Caleg DPD lain di TPS yang sama, dengan dibantu oleh PPS dan PPK di kecamatan itu.
"Maju sebagai anggota DPD perwakilan Sumut karena ada dukungan dari masyarakat. Namun secara pribadi, saya sangat kecewa jika pemilihan ini dicurangi oleh oknum yang seharusnya menjunjung tinggi Pemilu Bersih," paparnya.
Ia juga menilai KPU dan Panwas Deliserdang lemah dalam menangani kasus penggelembungan suara ini. "Sudah kita laporkan, namun kenapa Panwas dan KPU tidak menindak lanjutinya. Ada permainan apa ini. Makanya KPU dan Panwas Deliserdang kita laporkan ke Bawaslu. Ini kita lakukan akan Bawaslu dapat mengevaluasi mereka," katanya.
Rahmat menambahkan, Hukum Acara Pidana Pemilu di Indonesia khususnya Undang-undang nomor 8 tahun 2012 yang diatur dalam BAB 20 dinilai masih lemah. Karena batas ketentuan waktu keberatan hanya 7 hari sejak terjadinya pelanggaran.
"Idealnya, pelaporan itu memiliki batas waktu 20 hari. Karena aksi ini termasuk dalam tindak kejatahan. Disini lah kelemahan hukum di negara kita," imbuhnya.
Berdasarkan Pasal 309 Undang-undang nomor 8 tahun 2012, tentang tindak pidana Pemilu, katanya, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah). [ded]
KOMENTAR ANDA