Krisis listrik byar pet di Sumatera Utara yang tidak akan berujung ternyata benar adanya. Meskipun Presiden SBY, Gubernur Sumut dan para menteri terkait energi listrik telah bertemu, duduk bersama, mencari solusi, PT PLN tetap mengulah. Demikian disampaikan Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi kepada medanbagus.com, Selasa (22/4/2014).
"Tak lama pasca-pelaksanaan pemilihan legislatif (pileg) 9 April lalu, PT PLN kembali melakukan pemadaman bergilir," katanya.
Benar pula asumsi bahwa petinggi PT PLN Sumut dan petugas teknis lapangan tidak padu dan kurang koordinasi sehingga dianggap cuma melakukan unjuk kebolehan (show off) belaka.
"Publikasi krisis listrik telah berakhir cuma isapan jempol belaka. Petinggi PT PLN juga terlalu banyak basa-basi, seringkali menjilat ludah sendiri. Terlalu banyak berjanji, walau tiada yang terbukti," ungkapnya.
Kondisi ini menurutnya sangat ironis mengingat byarpet yang terjadi sangat berdekatan dengan pelaksanaan Ujian Nasional.
"Bagaimana para pelajar dan mahasiswa dapat ujian dengan baik dan tenang, kalau listrik senantiasa byarpet. Tak peduli apakah pagi, siang, sore atau malam?," ketusnya.
Krisis listrik di Sumatera Utara, telah terjadi selama lebih kurang 9 tahun. Pertanyaannya, mengapa krisis listrik di Sumatera Utara seperti tak ada solusi? Menurut berita, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah bertemu secara khusus Gubernur untuk mengatasi krisis listrik yang melanda Sumatera Utara. Mestinya pertemuan itu adalah pintu masuk untuk mengurai krisis listrik. Termasuk upaya mempercepat segala perizinan terkait pembangkit dan jaringan listrik baru yang menjadi kewenangan Pemprov Sumut.
Sebenarnya kalau Sumatera Utara ingin segera keluar dari krisis energi listrik adalah dengan mengonversi seluruh daya 640 MW proyek PT. Inalum dipakai untuk PLN. Sistemnya adalah sewa Inalum. Pilihan itu lebih bermanfaat dan logis dibandingkan dengan menyewa genset dari luar negeri. Solusi Inalum dikonversi jauh itu lebih logis. Konstruksi berpikir bahwa pabrik Inalum untuk sementara dihentikan sambil menunggu peremajaan mesin. Sewa listrik 640 MW selama tiga tahun dapat digunakan pemerintah untuk membayar tunai harga Inalum termasuk dengan biaya modernisasi mesinnya.
Solusi krisis cuma dapat diatasi dengan kerja nyata dan tanggung jawab penuh dari para pemangku kepentingan. Jadi, posisi Inalum dalam situasi krisis listrik adalah mesin penyelamat. Inalum adalah kebijakan tanggap darurat konkrit dalam mencari jalan keluar krisis listrik. Solusi lain adalah pelengkap.
"Ibarat sebuah perang, Inalum adalah tentara amfibi yang membuka jalan dan mengamankan masuknya tentara reguler untuk menaklukkan musuh!," ungkapnya.
Bagi pihak yang menolak konversi Inalum dipakai untuk PT PLN dapat dimaklumi. Mereka menolak, karena tidak merasakan dampak buruk pemadaman bergilir. Selain itu, ini juga terkait masalah keadilan dalam pemerataan pembangunan. Masalah krisis listrik ini adalah masalah pemerintah.
"Ini tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah," demikian Farid. [rgu]
KOMENTAR ANDA