Badan Pengawas Pemilu Provinsi Sumatera Utara mencatat ada 214 pelanggaran kampanye dalam bentuk rapat umum terbuka yang dilaksanakan sejak 16 Maret hingga 5 April 2014.
Dari data yang ditemukan, Bawaslu Sumut melansir peringkat parpol yang melakukan pelanggaran itu.
Parpol tersebut antara lain, Partai Hanura, Partai Golkar, PDI Perjuangan, Partai Demokrat, PAN, Partai Gerindra dan PKS, PKB dan Partai NasDem, PKPI, dan PPP.
Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Hardi Munte, dilansir kantor berita Antara, Minggu (6/4/2014), mengatakan, jenis pelanggaran bervariasi.
Mulai pelanggaran pidana (66 kasus), pelanggaran administrasi (146 kasus), dan pelanggaran kode etik penyelenggara (dua kasus).
Dari jumlah pelanggaran tersebut, sebanyak 169 pelanggaran merupakan temuan pengawas, sedangkan 45 pelanggaran lainnya berdasarkan laporan dari berbagai pihak.
Menurut dia, praktik pelanggaran pidana dalam kampanye tersebut terdiri dari berbagai jenis, mulai perusakan alat peraga kampanye, pembagian beras, memberikan uang, membagi-bagikan suvenir, termasuk keterlibatan PNS dan menggunakan fasilitas negara.
Sebagai kasus dugaan pelanggaran pidana dalam kampanye tersebut masih dalam proses bersama di sentra Gerakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari unsur Bawaslu/Panwaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan.
Sedangkan sebagian dugaan pelanggaran pidana dalam kampanye lainnya ada yang dihentikan dalam forum Gakkumdu karena tidak memenuhi unsur materil laporan.
Kemudian, pelanggaran administrasi berupa keterlibatan anak-anak dalam kampanye, kegiatan rapat terbatas atau tatap muka tanpa pemberitahuan, dan kampanye di luar zona yang sudah ditetapkan.
Demikian juga mengenai adanya arak-arakan di jalan raya dan menggunakan kendaraan terbuka, serta menggunakan lambang partai politik lain.
"Dugaan pelanggaran administrasi ada yang diteruskan ke KPU setempat dan ada juga yang ditindak langsung, seperti menghentikan atau mencegah kampanye tanpa pemberitahuan," katanya.
Adapun pelanggaran kode etik karena adanya ketidakprofesionalan KPU dalam menentukan jadwal kampanye dalam bentuk rapat terbuka, termasuk keterlibatan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam kampanye partai politik tertentu.
"Pelanggaran kode etik itu terjadi di Kabupaten Dairi dan Kota Sibolga," katanya. [ded|ant]
KOMENTAR ANDA