Gubernur Provinsi Riau, Annas Maamun meminta agar pemerintah pusat meninjau kembali penetapan aturan tanggap darurat atas bencana asap yang terjadi di Riau. Menurutnya, status tanggap darurat yang mengacu pada aturan 50 persen plus 1 dari jumlah kabupaten dan kota di suatu provinsi tidak bisa diterapkan pada bencana kabut asap dari kebakaran lahan yang terjadi di Riau.
"Inikan aneh, ada aturan dari pemerintah pusat syarat tanggap darurat nasional harus ada 50 persen plus satu dari jumlah kabupaten dan kota di suatu provinsi. Tanpa itu, pemerintah provinsi tidak boleh memutuskan tanggap darurat nasional. Saya kira Pak Menhut bisa sampaikan ke pemerintah pusat aturan itu ditinjau ulang," kata Gubernur Riau, Annas Maamun kepada Menhut Zulkifli Hasan soal kabut asap di Markas TNI AU Pekanbaru, Riau, dilansir detik.com, Kamis (6/3/2014).
Annas menjelaskan, di Provinsi Riau terdapat 12 kabupaten dan kota. Dengan syarat yang ada, maka harus ada 7 daerah yang terlebih dahulu dinyatakan sebagai wilayah darurat sebelum diberlakukannya status tanggap darurat nasional di Provinsi Riau.
"Inikan sama saja kita membiarkan terlebih dahulu kebakaran harus meluas terjadi di 7 kabupaten kota. Dan inilah mengapa kita baru sekarang tanggap darurat setelah 7 kabupaten terbakar. Aneh kok aturan seperti itu," cetusnya.
Masih menurut Annas, jika saja penanganan sejak awal dilakukan secara bersama, kebakaran hutan tidak akan meluas. Karena awalnya hanya ada di dua kabupaten.
"Awalnya sebaran api kan cuma 2 kabupaten. Karena hanya dua, Pemprov Riau tidak bisa menetapkan status darurat walau kondisinya parah di kedua kabupaten tersebut. Jika aturan ini masih dipertahankan, ya sama saja membiarkan terjadinya kebakaran lahan, Saya minta tolong ke Pak Menhut, kiranya aturan di bawah Kemendagri itu segera dicabut. Karena aturan itu hanya merugikan masyarakat. Justru kita ingin, begitu ada kebakaran hutan langsung ditangani bersama. Tak perlu harus terkumpul dulu 50 persen plus satu," ungkapnya.
Menhut Zulkifli Hasan kaget atas keterangan tersebut. Dia sendiri tidak mengetahui adanya aturan seperti itu.
"Iya aneh juga ya. Kenapa harus menunggu sampai jumlahnya banyak dulu, baru ada status darurat nasional, aaya akan sampaikan ke Mendagri terkait hal itu,"ujarnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA