Solusi krisis listrik yang ditelurkan Komisi VII DPR RI, PT PLN (Persero) dan Gubernur Sumatera Utara, seperti rapat tikus mau menangkap kucing.
"Ada cara jitu menyelesaikan masalah, tapi tidak jelas siapa yang bakal mengeksekusi. Apalagi tidak ada jaminan bahwa krisis listrik di Sumatera Utara akan berakhir," ujar Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi dalam siaran persnya kepada Medanbagus.Com, Selasa (4/3/30014).
Menurut Farid, dari beberapa kesepakatan bersama yang akan menjadi solusi jangka pendek dan menengah mengatasi krisis listrik tidak ada solusi yang terukur.
Jika yang diprioritaskan adalah rencana pemenuhan tambahan pasokan dari PT Inalum cuma sebesar 90 MW, tidaklah menyelesaikan masalah.
Seterusnya penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan gangguan pembangkitan listrik yang ada mestinya telah tuntas. Ironisnya, ketika didesak apakah solusi krisis listrik itu bisa direalisasikan, ternyata tidak ada jawaban pasti.
Gubsu setali tiga uang karena menyerahkan sepenuhnya penyelesaian krisis listrik kepada PLN. Mestinya pemerintah daerah memastikan dan mengawal kesepakatan itu berjalan dan terjadual dengan baik.
"Tak elok senantiasa mengelak dengan alasan krisis listrik adalah tanggung jawab PT PLN. Kesannya Gubsu lupa dengan janji kampanye, menyelesaikan persoalan krisis listrik.
Komisi VII DPR mestinya memfasilitasi dan membantu seluruh proses penyelesaian krisis listrik dari apa yang telah disepakati dalam kesepakatan itu.
Dibanding kesepakatan Komisi VII DPR, PT PLN dan gubsu, ide Jusuf Kalla (mantan Wapres) jauh lebih sederhana dan tak sekadar berwacana.
Menurut beliau, sebenarnya kalau Sumatera Utara ingin segera keluar dari krisis energi listrik adalah dengan mengonversi seluruh daya 600 MW proyek PT Inalum dipakai untuk PLN.
Sistemnya adalah sewa Inalum. Pilihan itu lebih bermanfaat dan logis dibandingkan dengan menyewa genset dari luar negeri. Solusi Inalum dikonversi jauh itu lebih logis.
Konstruksi berpikir bahwa pabrik Inalum untuk sementara dihentikan sambil menunggu peremajaan mesin. Sewa listrik 600 MW selama tiga tahun dapat digunakan pemerintah untuk membayar tunai harga Inalum termasuk dengan biaya modernisasi mesinnya.
Melihat kondisi sistem kelistrikan yang begitu parah, rapat dan kesepakatan serta taburan wacana tidak akan menyelesaikan masalah.
Termasuk menyelesaikan soal lahan masyarakat yang terkena proyek Pembangkitan Pangkalan Susu.
"PT PLN terus berdalih dan mencari legitimasi, tapi terasa tak logis dan terus berwacana. Cuma kerja nyata dan tanggungjawab penuh yang dapat menjadi solusi untuk mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara," pungkas Farid. [ded]
KOMENTAR ANDA