Sekitar 40 hari lagi jelang Pemilihan Umum Legislatif yang akan digelar pada 9 April mendatang, masyarakat diimbau untuk lebih mengenali calon yang akan dipilih. Masyarakat diharapkan jangan sampai salah pilih.
"Pertama kenali calon, lihat rekam jejak atau track record calon. Jangan memilih karena apa, tapi pilih karena siapa," jelas tokoh muda nasional asal Sumatera Utara, Abdullah Rasyid, Kamis (27/2/2014).
Rasyid sangat menekankan agar masyarakat tidak mencoblos karena ada iming-iming uang. Karena, katanya, masyarakat tidak bisa berharap lagi kepada calon tersebut untuk memperjuangkan aspirasi kalau sudah terpilih sebagai anggota Dewan.
"Masyarakat jangan berharap lagi anggota Dewan akan memikirkan mereka. Karena suara masyarakat sudah dibeli anggota Dewan tersebut. Sudah dibayar cash sejak awal," ungkap kader utama PAN yang juga orang dekat Menko Perekonomian Hatta Rajasa ini.
Rasyid menjelaskan akibat lain yang paling fatal kalau masyarakat sejak sudah membiasakan budaya transaksional. Dia menilai, itu sama saja masyarakat mendorong calon anggota Dewan itu untuk korupsi kalau sudah menjabat.
"Kalau kita bicara budaya korupsi, bisa jadi muncul dari masyarakat, yang meminta sesuatu sejak awal," jelas Ketua Alumni Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara, yang saat ini menjabat Pembina Persatuan Keluarga Daerah Pariaman.
Dia menggambarkan, untuk duduk di DPR RI, setiap calon membutuhkan 100 ribu suara. Kalau dibayar Rp 100 ribu per suara, itu artinya sudah mencapai Rp 10 miliar.
"Darimana calon anggota Dewan mendapatkan uang sebanyak itu. Kalaupun ada anggota Dewan menghabiskan dana sebanyak itu, dia akan korupsi untuk mengembalikan dana tersebut setelah terpilih," ungkapnya.
Karena itulah, dia mengingatkan lagi, masyarakat jangan sampai memilih karena adanya bayaran. Tapi harus berdasarkan rekam jejak sang calon selama ini.
"Jadi harus dihindari budaya transaksional," demikian caleg DPR RI dari daerah pemilihan Sumut I ini. [zul]
KOMENTAR ANDA