Ngetwit yang berisi ajakan golput alias tidak memilih dalam pemilu nanti kini bisa diancam hukuman pidana. Ancaman hukumannya juga cukup besar, hukuman kurangan paling lama dua tahun dan denda Rp 24 juta. Publik di dunia maya ramai-ramai mengolok-olok aturan ini.
Wacana pempidanaan ajakan golput dalam dunia maya dilontarkan anggota Badan Pengawas Pemilu alias Bawaslu Daniel Zuchron. Dia menyebut, jika ada temuan bahwa ada twit yang mengajak golput pasti akan ditindaklanjuti.
“Jika ada laporan masyarakat atau temuan pasti ditangani. Kalau orangnya ada, data forensiknya ada, bisa ditindaklanjuti," ujarnya.
Untuk mengawasi kampanye golput di media sosial, lanjutnya, Bawaslu akan menggandengan kepolisian. Alasannya, Bawaslu tidak memiliki ahli IT. “Pengawasan sosial media kami belum menjangkaunya, karena butuh treatment khusus. Jadi, soal sosial media ini Bawalsu akan kerjasama dengan kepolisan, kan ada UU ITE,” tandasnya.
Soal ancaman hukumnya, ada beberapa pasal yang diatur dalam UU No. 8/2012. Di antaranya Pasal 292 yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juga.
Kemudian ada pasal 308 yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama dua (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Wacana ini langsung ramai dibicarakan di jagad Twiterland. Aktivis Fadjroel Racham langsung menghardik pernyataan Bawaslu itu. Dia lalu membandingkan dengan aturan mengenai anggota DPR yang tukang bolos. “Bodoh! Itu pembolos DPR harus dihukum,” kicaunya di akun @fadjroeL.
Akun @subverthink menyebut aturan tersebut konyol. Dia menyebut, aturan tersebut justru mencederai hak politik seseorang yang tidak mau memilih di pemilu dengan calon-calon yang tidak berkualitas. “Otoritarisme baru. Undang-undang ITE dan ancaman pidana bagi golput... apalagi?” timpal akun @tommyfawuy.
Akun @SantiYustika sangat heran dengan wacana ini. Kata dia, kalau golput kena pindana, bagaimana dengan orang yang memilih tapi pilihannya caleg yang korup. “Itu udah narapidana mungkin,” seloroh akun @ery_revan.
Sedangkan Petra dalam akun @PutroPrihartono menyatakan akan tetap golput walau ada aturan ini. “Golput aja daripada memilih calon yang korup,” tegasnya.
Akun @fjims tidak setuju dengan wacana yang digulirkan Bawaslu tersebut. Sepengetahuannya, yang diancam pidana dalam UU 8/2012 adalah orang yang menghalangi orang lain untuk mencoblos, bukan orang yang ngetwit akan golput.
“Kalau lewat twitt ndak (pidana) deh. Maksa golput dengan kekuasaan dan kekerasan baru kena pidana,” ujar akun @irham_duilah. “Yang dipidana itu yang menghasut untuk golput kan? Bukan yang golput itu sendiri,” timpal akun @cempaka22.
Nanda Akbar dalam akun @akbarino sangat menyayangkan wacana ini. “Indonesia negara demokratis katanya. Tapi yang golput diancam pidana. Fasisme atas nama demokrasi,” ucapnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA