Sebanyak lima puluh ribu anggota masyarakat terdiri dari petani, nelayan, dan mahasiswa yang tergabung dalam Front Rakyat Bersatu (FRB) akan berunjuk rasa secara besar-besaran di depan gerbang tol dan akses jalan menuju Bandara Kuala Namu Internasional Airport (KNIA), Sumatera Utara, hari ini.
"Kita harus apresiasi apapun upaya kelompok masyarakat untuk menuntut haknya," jelas Ketua Dewan Pembina PB Anak Melayu Bersatu, Abdullah Rasyid pagi ini, Rabu (19/2/2014) saat dimintai tanggapan.
Namun, orang dekat Menko Perekonomian Hatta Rajasa ini mengingatkan agar demo tersebut tidak mengganggu aktivis di bandara kedua terbesar di Indonesia tersebut.
"Sebagai bandara internasional, itu menjadi cerminan kondisi bangsa kita, terutama daerah. Jangan mengganggu aktivitas bandara. Jangan sampai Sumut disebut tidak kondusif. Karena bandara ini, bukan hanya jadi perhatian dalam negeri, tapi juga dunia," beber Rasyid.
Unjuk rasa massa FRB ini dilakukan karena sampai sekarang belum ada kejelasan tentang 257 kasus konflik lahan yang terjadi antara PTPN II dengan Forum Rakyat Bersatu sejak tahun 1972 sampai sekarang.
Menurut Rasyid, unjuk rasa tersebut sebagai implikasi atas disahkannya hak-hak masyarakat adat.
"Terkait masalah tanah, ini semuanya konflik dengan PTPN atau BUMN, karena ada Bandara di situ. Kalau itu wilayah adat, memang harus dikembalikan kepada masyarakat adat. Jadi harus ikuti aturan yang berlaku," ungkapnya.
Namun, dia mengingatkan, yang mendapatkan mandat dari masyarakat adat terkait penanganan konflik lahan tersebut adalah Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI).
"Apakah kawan-kawan yang bergerak (sekarang) itu juga mendapatkan mandat seperti BPRPI," ungkap caleg DPR RI Dapil Sumut I ini. [zul]
KOMENTAR ANDA