Bencana adalah keniscayaan dan akan terus meningkat di masa mendatang. Data sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana yang terjadi sejak 1 Januari hingga 16 Februari 2014 tercatat 282 kejadian.
Dampaknya 197 orang tewas, 64 luka-luka, 1,6 juta jiwa mengungsi dan menderita, puluhan ribu rumah rusak dan lainnya. Dampak ekonomi juga sangat besar.
Perkiraan awal kerugian dan kerusakan akibat bencana banjir bandang Sulut Rp 1,87 trilyun, erupsi Gunung Sinabung Rp 1 trilyun, banjir Pantura Rp 6 trilyun, banjir Jakarta Rp 5 trilyun dan lainnya. Belum lagi bencana lainnya selama 2014 ini.
"Tapi apakah kita sudah siap menghadapi bencana? Belum. Berdasarkan penelitian tentang kesiapsiagaan masyarakat Indonesia menghadapi bencana pada tahun 2006, 2012 dan 2013 menunjukkan bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan pemda dalam menghadapi bencana masih rendah," ujar
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Senin (17/2/2014).
Menurutnya, memang terjadi peningkatan pengetahuan dan pemahaman bencana. Tetapi belum menjadi perilaku (attidude) dan praktek atau budaya. Di Pemda pun, sebagian besar penanggulangan bencana juga belum banyak menjadi prioritas dalam penanggulangan bencana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah selama 5 tahunan.
Akibatnya, bencana tidak menjadi roh dalam pembangunan sektor. Apalagi menyangkut peningkatan kapasitas kesiapsiagaan menghadapi bencana. Indikator ini juga tercermin dari alokasi dana untuk penanggulangan bencana yang rata-rata kurang dari 0,5% dari APBD.
Ini adalah tantangan bersama, karena itu, lanjut Sutopo, bencana menjadi urusan bersama. Pemerintah dan Pemda menjadi penanggung jawab utama. Pengurangan risiko bencana harus dijadikan prioritas. Harus dilihat sebagai investasi pembangunan.
"Bencana tidak bisa kita tolak tapi risikonya kita kurangi. Di Amerika, 1 US$ untuk kegiatan pengurangan bencana mampu mengurangi kerugian 7 US$. Di Eropa, 1 US$ mengurangi 10-40 US$. Di Indonesia mungkin lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan negara lain karena kita punya kapital sosial yang besar di masyarakat," demikian Sutopo dalam keterangannya sesaat lalu. [ded]
KOMENTAR ANDA