Mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumut, Sudirman menyelesaikan buku buah pemikirannya sendiri yang diberi judul 'Pemberantasan Korupsi Yang Menzalimi'.
Bertempat di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Sudirman pun melakukan lauching buku setebal 112 halaman tersebut. Dalam Launching buku, Sudirman mengisahkan pemecatan yang dilakukan secara sepihak, dan juga menuliskannya dalam buku setebal 112 halaman.
"Pengalaman penulis sebagai auditor selama 24 tahun dan puas melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan, hanya ingin mengatakan bahwa beberapa orang yang didudukkan sebagai terdakwa di pengadilan atau ditetapkan sebagai tersangka korupsi, sebenarnya mereka tidak melakukan itu. Yang tidak korupsi dikatakan korupsi dan yang korupsi dikatakan tidak korupsi," ujar Sudirman.
Sudirman menekankan kata penzaliman yang dilakukan oleh penyidik penegak hukum baik kejaksaan dan kepolisian. Buku yang rencana dijual ke pasaran dengan harga berkisar Rp 40-an per eksemplarnya itu, juga dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bagaimana mengoptimalkan penerimaan negara dan daerah, dari pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sudirman mengisahkan proses audit BPKP yang tidak objektif, profesional dan segala sesuatu atas dasar permintaan akan memenuhi semua yang permintaan.
"Contohnya, kasus azam itu bukan uang negara tetapi uang koperasi. Munaf regar menyatakan itu bukan uang negara, sama dengan dr mahmud itu bukan uang negara, ada apa, kenapa dikatakan uang negara karena itu sifat menjalimi," ujar Sudirman.
Dalam buku ini Sudirman juga mencerikanan peran BPKP yang melakukan MoU dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan audit perhitungan keuangan kerugian negara.
Padahal menurutnya, Undang-Undang dengan tegas menyatakan yang bisa melakukan audit seperti itu adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan bukan BPKP yang berdiri hanya berdasarkan Kepres.
BPKP yang menjadi tempatnya bekerja dahulu, ia sebutkan tidak profesional, karena menerbitkan laporan bersumber dari data-data yang diberikan oleh penyidik. Padahal sebuat audit dikatakan fair, adalah ketika seorang auditor menerima data dari kedua belah pihak yakni orang yang memeriksa dan terperiksa.
"Tidak semua yang kotor. Bagaimana bisa sebuah audit dikatakan adil jika sumber data berasal dari penyidik dan bukan keduabelah pihak. Namanya juga permintaan penyidik. BPKP, penulis anggap terlalu royal mengeluarkan laporan, berbeda dengan BPK yang proses membuat laporan membutuhkan waktu yang lumayan lama. BPKP bisa menyelesaikan laporan dalam waktu 3 minggu, sementara BPK bisa 3 bulan," ujarnya sembari mengaku pada tahap awal, bukunya akan dicetak sebanyak 100 eksemplar.
Walau mengakui masih banyak kekurangan dalam penyusunan bukunya. Sudirman mengaku menerima masukan dari beberapa pihak. Selain itu, ia mengatakan untuk memperoleh bukunya dalam memesannya melalui akun Facebook korupsi43@yahoo.com atau melalui twitter Sudirman Bangun@DIZALIMI.
Selain itu, ia mengatakan untuk bisa dengan mudah memperoleh bukunya bisa datang langsung ke kantor LBH Medan.
Sementara itu, Direktur LBH Medan, Surya Adinata menyambut baik lahirnya buku karya Sudirman. Surya mengaku buku ini juga sebenarnya bisa dibaca oleh para hakim, karena merupakan benteng terakhir para pencari keadilan.
"Ini juga bisa menjadi buku pegangan hakim," kata Surya. [rgu]
KOMENTAR ANDA