Ketua Konvensi Capres Rakyat, Salahuddin Wahid membuka acara Debat Publik Capres RI Konvensi Rakyat di gedung Medan Internation Convention Center (MICC), Medan, Minggu (19/1/2014).
Dalam acara debat tersebut hadir tujuh kandidat capres, antara lain pakar ekonomi Rizal Ramli, Mantan Menkum HAM Yusril Ihza Mahendra, Rektor Universitas di Eropa Sofian Saury Siregar, Bupati Kutai Timur Israan Noor, Aktivis HMI Tony Ardie, Pengusaha Ricky Sutanto dan Akademisi dari Jepang Anni Iwasaki.
Menurut Gus Sholah, UUD 1945 menempatkan Presiden sebagai institusi sentral. Yaitu penyelenggara pemerintahan tertinggi negara. Kekuasaan sentral yang dimiliki tersebut menempatkan peran presiden sebagai faktor yang menentukan penyelenggara negara dan pemerintahan guna mewujudkan tujuan nasional.
Menurutnya, walaupun Indonesia adalah negara hukum yang dipahami bahwa segala sesuatu yang dilakukan pemerintahan telah ditentukan dalam hukum, namun presiden memiliki peran apakah hukum itu akan dijalankan dan bagaimana menjalankannya.
Peran presiden menjadi semakin besar karena presiden juga memiliki kekuasaan ikut membahas dan menyetujui proses pembentukan hukum dalam bentuk undang-undang.
"Dengan kekuasaan yang demikian sentral dapat dikatakkan bahwa faktor kualitas kepemimpinan seorang presiden merupakan faktor yang sama kuatnya dengan hukum itu sendiri yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan negara dan pemeritahan," ungkap Gus Sholah, demikian ia akrab disapa.
Mengingat demikian besarnya peran presiden yang menentukan nasib seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, tentu proses pemilihan presiden tidak boleh menjadi hak ekslusif orang tertentu atau partai politik saja.
Dia menegaskan, ruang partisipasi publik tidak boleh dibatasi hanya pada saat memilih calon-calon yang diajukan, tetapi juga dibuka secara luas termasuk menentukan siapa yang layak menjadi calon.
"Kita berharap rakyat tidak dipaksa untuk memilih yang terbaik yang buruk, tapi yang terbaik dari yang baik. Konvensi rakyat diharapkan menjadi penyeimbang bagi kekuatan parpol yang sampai saat ini bersifat oligarkis. Sekaligus menjadi media pendidikan politik nasional bagi rakyat Indonesia. Rakyat dilibatkan melalui ruang partisipasi dan pilihan yang luas," demikian Gus Sholah.
Dalam debat publik ini juga hadir sebagai panelis, pakar hukum tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, praktisi pers, Teguh Santosa; dosen FISIP USU Faisal Mahrawa.
Juga hadir Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, sebagai pemantau. [ded]
KOMENTAR ANDA