Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumut menuding minimnya koordinasi antara KPU dengan Pemerintah Kabupaten/Kota pada pelaksanaan tahapan pemilu sebagai penyebab mereka kesulitan dalam melaksanakan pengawasan. Salah satu buktinya yakni sulitnya penertiban Alat Peraga Kampanye (APK) yang menyalahi aturan namun masih terpampang di titik-titik yang dilarang.
"kami memberikan rekomendasi, dan koordinasi antara keduanya (KPU-Pemk0/Pemkab) yang kemudian melaksanakannya," kata Pimpinan Bawaslu Sumut Bidang Pengawasan, Aulia Andri, Senin (13/1/2014).
Aulia menjelaskan, sejauh ini mereka mengindikasikan kesulitan pengawasan pemilu itu karena kurangnya sosialisasi KPU dalam merespon berbagai hal yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam pasal 17 huruf b PKPU No.15/ 2013 dengan jelas diatur bahwa baliho atau papan reklame hanya diperuntukan bagi partai politik satu unit untuk satu desa/kelurahan. Sedangkan, bendera dan umbul-umbul hanya dapat dipasang partai politik dan calon anggota DPD pada zona atau wilayah yang ditetapkan KPU Provinsi/Kabupaten kota bersama pemerintah daerah. Ukuran maksimal APK bagi caleg adalah 1,5 x 7 meter dan satu unit dalam satu zona atau wilayah yang telah ditetapkan. Karena itu, jika ada caleg yang membuat APK dalam ukuran yang berbeda dengan yang ditetapkan oleh PKPU, maka hal itu dipastikan melanggar aturan.
Aulia juga menambahkan aturan dalam PKPU Nomor 15 tahun 2013 sudah jelas, termasuk pengaturan bahwa pengawas Pemilu hanya diberi hak untuk memberikan rekomendasi eksekusi/ penindakan kepada pemkab/pemko dan aparat keamanan setelah ternyata ada dugaan pelanggaran.
"sayangnya KPU dan Pemko/pemkab terkesan menutup mata soal itu," sindirnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA