Permainan pencitraan di balik kenaikan harga LPG yang kelihatannya akan dibatalkan dapat dengan mudah diketahui publik dan hanya dianggap sebagai salah satu sinetron menjelang Pemilu 2014.
Demikian pendapat pengamat politik AS Hikam yang dituliskan di halaman Facebook miliknya, Minggu (5/1/2014).
Betapa tidak pantas disebut sinetron politik, ujar alumni University of Hawaii at Manoa ini.
Pertamina menaikkan elpiji 68 persen. Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan setuju dan membela dengan menggebu.
Demikian juga Menteri ESDM, Jero Wacik. Dukungan juga mengalir deras, misalnya, dari Bank Indonesia yang mengatakan dampak inflasi akibat kenaikan itu terbilang kecil. Ketua Badan Pusat Statistik (BPS) pun ikut mengamini.
Keputusan Pertamina itu jelas menuai kritik bertubi-tubi dari publik, parlemen juga pengamat.
Babak berikutnya dari sinteron ini adalah pernyataan tegas Sekjen Partai Demokrat Ibas Yudhoyono yang adalah anak Presiden SBY juga menantu Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Demi mendengar penolakan Ibas, Presiden SBY yang mula-mula menganggap alasan di balik kenaikan harga BBM sekadar pertimbangan bisnis, telah memerintahkan penyelidikan kenapa terjadi kenaikan elpiji seperti itu.
"Inilah contoh untuk kesekian kali, kebijakan pubilk sontoloyo, dibuat oleh para sontoloyo, untuk kepentingan politik sontoloyo. Mungkin saja, kalau seandainya protes keras tidak membahana dan mengancam ketenangan para priyantun di Istana, sudah disiapkan strategi lain. Yaitu pemberian BLSM alias balsem nanti sekitar bulan Maret dengan alasan membantu rakyat yang kesulitan keuangan gara-gara harga elpiji naik," urai AS Hikam yang mantan Anggota Komisi DPR RI itu. [rmol|dito]
KOMENTAR ANDA