post image
KOMENTAR

Sejumlah pihak meminta masyarakat proaktif ikut memberantas korupsi, terlebih dalam kaitan dana penunjang reses 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD Sumut) tahun 2010. Caranya, jangan lagi pilih Anggota DPRD Sumut yang diduga telah memakan atau memanipulasi dana reses tersebut, pada pencalonan mereka di Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014.

"Masyarakat jangan lagi memilih orang-orang (Anggota DPRD Sumut-red) ini di Pileg, karena tidak mustahil mereka akan melakukan hal yang sama jika nanti kembali terpilih menjadi wakil rakyat di periode mendatang," tegas pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Wara Sinuhaji menanggapi kasus dana reses 1 DPRD Sumut, Minggu (22/12/2013).

Wara mengakui, jika saja dana penunjang reses tersebut tidak jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan mustahil uang tersebut akan dikorupsi dan tidak dikembalikan.

"Ya, kalau tidak jadi temuan, uang itu pasti tetap dikorup," tandas Wara yang secara vulgar menyebut tindakan para Anggota DPRD Sumut tersebut sebagai maling.

"Itu sudah maling namanya. Jadi, maling-maling itu tidak usah lagi dipilih. Masyarakat harus belajar dari ini semua. Jadi, kalau sudah mengembalikan apakah unsur pidananya juga tidak ada? Tidak seperti itu, karena di awal sudah ada niat untuk korupsi," tukas Wara.

Selain agar masyarakat tidak terpilih, pengamat politik lainnya, Rafdinal SSos menyebut, jika ditemukan unsur pidana dalam kegiatan reses tersebut maka sebaiknya penegak hukum melakukan pemeriksaan.

"Jika ditemukan indikasi itu, sebaiknya penegak hukum melakukan proses penyelidikannya. Jika tidak ditemukan, ya tidak harus diproses," ucap Rafdinal yang juga Calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sumut ini.

Dijelaskan Rafdinal, sejatinya uang reses yang memang dialokasikan di anggaran pemerintah dan ditujukan sebagai penunjang bagi para wakil rakyat untuk menemui konstituennya guna menyerap aspirasi.

"Pada prinsipnya anggaran itu memang menjadi hak anggota Dewan untuk menemui konstituennya, dalam rangka menyerap aspirasi. Itu yang terpenting," bebernya.

Sebelumnya, Humas BPK RI Wilayah Sumut Mikael Togatorop membenarkan jika dana penunjang reses DPRD Sumut tahun 2010 itu menjadi salah satu temuan pihaknya. Togatorop juga membenarkan, jika para anggota Dewan tersebut telah memulangkan uang itu karena tidak bisa diyakini kebenaran penggunaannya.

Kendati begitu, pengamat hukum Sumut, Muslim Muis menegaskan, jika persoalan itu tetap harus diproses secara hukum berdasarkan Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dari data yang diperoleh, dana penunjang reses 1 DPRD Sumut tahun 2010 yang tidak diyakini kebenarannya oleh BPK Sumut terbesar diterima oleh Dewan asal dapem II dengan total Rp239.466.500.

Rinciannya antara lain, Ali Jabar Napitupulu Rp23.061.000, Effendi Napitupulu  Rp22.970.000, Tahan Manahan Panggabean Rp18.980.000, Syafrida Fitri Rp19.045.000, Zulkifli Husein Rp19.082.500, Arlene Manurung Rp19.025.000, Guntur Manurung Rp19.050.000, Mulyani Rp19.086.000, Marahalim Harahap Rp19.072.000, Zulkifli Effendi Siregar Rp19.070.000, Muhammad Nuh Rp20.540.000, dan Hasbullah Hadi Rp20.485.000. [ded|dito]


Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Hukum