Berbagai adegan tidak pantas dan tidak faktual pada film Soekarno adalah fantasi dan imajinasi liar sang sutradara Hanung Bramantyo.
Fantasi dan imajinasi liar itu tidak akan terjadi bila Ram Punjabi dan Hanung Bramantyo tidak mengkhianati perjanjian tertulis yang pernah dibuat antara Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS) dengan PT Tripar Multivision Plus.
Ketua Dewan Pembina YPS Rachmawati Soekarnoputri menyesalkan penggambaran yang tidak pantas dan cenderung fitnah dalam film itu. Dia kembali mengatakan film itu tidak didasarkan pada riset historis yang matang juga dilakukan dengan serampangan.
"Hanung mereduksi history menjadi sekadar story. Ini bukan film sejarah. Ini sinetron kacangan versi layar lebar," ujar Rachmawati Soekarnoputri seperti yang dilansir Rakyat Merdeka Online, Minggu (22/12).
Rachma juga mengatakan film Soekarno adalah salah satu cara membunuh karakter Bung Karno.
"Seperti dikatakan Bung Karno: Soekarno to kill Soekarno atau menggunakan label Soekarno untuk membunuh Soekarno," kata mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu lagi.
Rachma mengatakan dirinya senang karena masih ada kalangan generasi muda yang mengetahui dan menyadari upaya melencengkan jalan sejarah seperti yang dilakukan Hanung dan Ram.
"Karena pelencengan jalan sejarah dan pembunuhan karakter Bung Karno itulah saya tadinya senang dengan Penetapan Pengadilan Niaga melarang film itu beredar sampai menunggu keputusan final mengenai hak ciptanya. Sayang sekali penetapan itu tidak dipatuhi dan tidak ada eksekusi yang konkret," ujarnya lagi.
Hal ini merupakan recht vacum, katanya, dan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA