Keabsahan suatu pernikahan tidak ditentukan oleh kehadiran penghulu yang tugas sebenarnya adalah mencatatkan pasangan suami-istri agar diakui negara, kata Ulul Albab, tokoh agama dari Jawa Timur.
Seperti dilansir Antara, Rabu (18/12/2013), Ulul Albab mengatakan, paradigma masyarakat awam bahwa tanpa kehadiran penghulu suatu pernikahan tidak terjadi, harus diubah. Bila dibiarkan oleh pemerintah, sama dengan korupsi informasi.
Mantan Rektor Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya itu mengatakan, tugas dari penghulu adalah mencatat peristiwa pernikahan agar diakui negara. Penghulu juga tidak harus datang meski pernikahan dilakukan di luar Kantor Urusan Agama (KUA).
"Ini urusan catat mencatat saja kok, sama dengan pencatatan akta kelahiran. Petugas (KUA) tidak perlu sampai melihat proses kelahiran," ujar dia.
Warga masyarakat, menurut dia, tidak perlu takut tidak jadi menikah hanya karena penghulu tidak dapat datang ke pernikahan. Warga dapat mendatangi KUA untuk mencatatkan pernikahannya setelah akad nikah selesai dilakukan.
"Sederhana saja, menikah saja dulu, baru datang ke KUA. Kalau petugas tidak mau mencatat, laporkan ke polisi. Menghalang-halangi proses pernikahan sama saja menghalang-halangi rakyat untuk beragama," ujarnya.
Ia mengatakan penghulu datang dalam suatu pernikahan membawa nama lembaga. Mereka dilarang menerima gratifikasi karena termasuk tindakan korupsi.
Hal senada juga disampaikan oleh dosen kebudayaan Jawa Universitas Indonesia Prapto Yuwono dengan menyatakan, kehadiran seorang penghulu ke pernikahan dalam adat Jawa tidak terlalu penting.
"Pernikahan menurut adat Jawa adalah tentang pertemuan dua keluarga untuk sebuah peristiwa sakral. Hari yang sudah ditentukan tidak dapat dibatalkan, karenanya dalam budaya Jawa tidak harus ada penghulu," ujar dia.
Ia mengaku cukup resah dengan paradigma masyarakat saat ini yang menganggap kehadiran seorang penghulu harus hadir dalam suatu pernikahan. [ant/hta]
KOMENTAR ANDA