Film Soekarno garapan Raam Punjabi dan Hanung Bramantyo mencoba menggambarkan seorang sosok besar bapak bangsa, proklamator, dan juga presiden pertama Indonesia.
"Kami sangat mengapresiasi atas karya tersebut. Tapi tidak mudahn menggambarkan sosok pejuang yang sangat kontroversial baik di dalam maupun di luar negeri seperti the founding father, Soekarno" ujar Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lamen Hendra Saputra dalam keterangannya, Rabu (18/12/2013).
Akan tetapi, seherusnya ada beberapa karakter yang dapat diambil dan disoroti secara jelas oleh pihak peluncur dalam film yang berdurasi 2 jan 17 menit tersebut, agar mampu menjiwa karakter Seokarno yang sebenarnya.
"Awalnya saya sangat bersemangat untuk menonton film tersebut, tapi setelah menonton kok seperti antiklimaks," ungkapnya.
Yang pertama, kata Lamen, banyak sekali adengan yang menonjolkan kehidupan pribadi Soekarno yang seharusnya tidak perlu terlalu banyak ditampilkan, kemudian Soekarno diidentifikasikan sebagai seorang antek ataupun kolaborator dari Jepang. Bahkan di dalam film tersebut, Soekarno beberapa kali diteror oleh para pemuda dan diidentifikasikan sebagai penghianat.
"Padalahal dalam pertemuan antara Soekarno, Hatta, dan Sjahrir sudah menyepakati 2 taktik yaitu legal dan ilegal, legal diperankan soekarno-Hatta, dan para pemuda menjalankan taktik ilegal," terangnya.
Jelas Lamen, dalam film tersebut sangat sedikit ditampilkan peran pemuda, padalah diketahui sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sampai hari-hari menjelang kemerdekaan peran pemuda sangatlah penting. Bahkan sosok seperti Amier Sjarifoedin, Aidit, Sakirman, Sayuti Melik, Dr Muwardi dan lain-lain tidak muncul dalam film.
Dengan itu, ujar Lamen, pihaknya menilai ada upaya mengaburkan sejarah dan sosok asli dari figur founding father. Jika film itu terus diputar dan ditayangkan oleh pihak produser maka ditakutkan akan membentuk hegemoni baru yang ahistoris . Ini akan berbahaya bagi anak bangsa, apalagi ditampilkan secara audio visual akan sangat mudah diserap dan diikuti oleh akal pikiran dibandingkan dengan membaca naskah.
"Kami meminta agar pihak produser dan sutradara agar menghentikan sementara penyiaran film tersebut sampai disempurnakan kembali. Dan juga meminta Presiden SBY harus turun tangan untuk menghentikan penayangan film tersebut, sebab Soekarno itu milik kita semua, milik bangsa Indonesia," tandas Lamen. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA