Subsidi pertanian merupakan kepentingan nasional. Sehingga besarannya disesuaikan dengan kebutuhan di tiap negara bukan dilahirkan dari negosiasi di forum internasional.
"Kedua, pangan merupakan salah satu instrumen kekuatan nasional, maka kebijakan pangan nasional haruslah independen, tidak boleh di bawah tekanan negara-negara maju," jelas Ketua Eksekutif IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice), Gunawan.
Gunawan mengungkapkan itu menanggapi pernyataan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Gita sebelumnya mengatakan, Indonesia akan mengupayakan peningkatan subsidi pertanian dari 10 persen menjadi 15 persen bagi negara berkembang dan miskin dalam Konferensi Tingkat Menteri Negara-Negara Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ke-9 di Bali, 3-6 Desember 2013.
"Kita mengedepankan semangat bahwa tidak mungkin kita maju tanpa kita melakukan subsidisasi di sektor pertanian," kata Gita.
Menurut Gunawan, pengurangan subsidi pertanian dan keharusan membukan kran impor pertanian dan pangan selebar-lebarnya, yang didorong negara-negara maju akan menghancurkan petani dan memunculkan monopoli pangan dan benih oleh perusahaan transnasional yang bergerak di bidang pertanian dan pangan.
"Dan kini ketika progam pembaruan agraria tidak berjalan maka perusahaan-perusahaan tersebut juga akan melakukan penguasaan tanah skala luas, t egas pendiri Gerak Lawan (Gerakan Rakyat Melawan Neo Kolonialisme dan Imperialisme) ini.
Laporan Dewan HAM PBB tahun 2012 telah menunjukkan bahwa krisis pangan dewasa ini justru menimbulkan diskriminasi terhadap petani dan masyarakat yang bekerja di pedesaan. Sedangkan, amanat UUD 1945 adalah jelas bahwa APBN dan Kekayaan Alam harus dipertanggungjawabkan dan bisa untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Hasil persidangan Dewan HAM PBB, mandat UUD 45, dan tersendatnya negosiasi pertanian di perundingan WTO, harusnya menjadi mandat pemerintah Indonesia untuk menyatakan bahwa WTO harus keluar dari pertanian, bahkan WTO harus berakhir di Bali, untuk kemudian membangun tata dunia baru," tandasnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA