Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (BEM FIB UI) mengecam keras perbuatan pidana asusila serta sikap tidak bertanggungjawab sastrawan Sitok Sunarto alias Sitok Srengenge (48) terhadap salah satu mahasiswi FIB berinisial RW (22).
"Itu adalah perlakuan tidak pantas karena melukai moral, hak perempuan, masyarakat seni budaya, dan integritas pelaku sebagai seorang ‘seniman’ yang sejatinya menjadi teladan dan paham akan budaya Indonesia," ujar Ketua BEM FIB UI, Saifulloh Ramdani dalam keterangannnya, Minggu (1/12/2013).
Seluruh elemen mahasiswa UI, kata Saifulloh, mendukung segala bentuk perlawanan yang dilakukan oleh korban. Menurutnya perlawanan tersebut adalah bentuk gerakan moral penyadaraan agar tidak ada lagi korban dari kasus serupa di kemudian hari. Selain korban RW, menurutnya, tidak menutup kemungkinan juga ada beberapa orang lain yang didekati oleh SS dengan modus yang sama.
"Semuanya harus bersuara, korban-korban (SS) yang lain harus bersuara untuk membuat argumen kuat bahwa tindakan SS ini tidak benar. Buktinya akan lebih kuat dengan penyampaian mantan-mantan korban SS itu. Dan yang dilakukan dia ini adalah kejahatan, menurut saya penting jika korban-korban lain untuk ikut bersuara," paparnya.
Terkait pertanyaan beberapa pihak yang menanyakan laporan setelah 7 bulan, menurut Saifulloh, ada beberapa hal yang harus kembali untuk ditekankan. Pertama, korban mengalami trauma yang sangat dalam dan hampir tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena keadaan psikologis yang sudah lemah sejak awal. Korban diakui Saifulloh baru dapat bercerita setelah mendapatkan dorongan untuk bersuara selama tiga bulan dari teman, keluarga dan para dosen.
"SS begitu hebat dan sadisnya mampu membungkam korban hingga trauma," tegas Saifulloh.
Kedua, lanjutnya, secara tegas ini adalah perbuatan asusila, bukan sekadar perbuatan tidak menyenangkan. Undang-undang di negeri ini belum cukup kuat untuk melindungi hak perempuan yang terlukai.
Ketiga, secara norma, perbuatan tersebut telah melampaui batas, seorang ‘seniman’ yang telah berusia dan layak disebut bapak malah melakukan pemerkosaan dengan kekerasan mental kepada perempuan yang nyatanya adalah adik kelas dari anaknya.
Keempat, perbuatan tersebut melanggar batas norma adat ketimuran. "Terakhir, kami ingin mengajak seluruh mahasiswa untuk mendukung korban yang masih merupakan bagian dari keluarga di kampus dan menuntut SS untuk bertanggung jawab," terangnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA