Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan menggelar diskusi dan pemutaran film "Working Class Heroes" di Desa-Desa Resto Jalan Setia Budi Medan, Sabtu (30/11/2013).
Acara tersebut dihadiri berbagai elemen buruh di Sumatera Utara, antara lain, Serikat Pekerja Nasional (SPN), Serikat Buruh Sejahtera Sumut (SBSU), Serikat Buruh Bersatu Indonesia (SBBI), Serikat Buruh Medan Independen (SBMI) Mandiri, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Konfederasi Hutan, APINDO Sumut, dan Disnaker Sumut.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Medan, Agoes Perdana mengatakan, dinamika ketenagakerjaan di Indonesia dan Colombia dinilai cukup fluktuatif dan banyak pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan yang belum cukup melindungi hak-hak pekerja menjadi isu utama yang diangkat dalam film "Working Class Heroes".
"Pendirian dan keberadaan serikat pekerja/serikat buruh dilindungi oleh undang-undang. Serikat pekerja dapat berdialog secara langsung dengan perusahaan, mewakili seluruh anggotanya dalam menyusun Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Dimana, nantinya menjadi pedoman bersama antara pekerja dan perusahaan sehingga tercipta suatu hubungan industrial yang kondusif antara perusahaan dan pekerja karena berkurangnya perselisihan kerja yang terjadi," ujarnya.
Namun, katanya, pada prakteknya masih banyak ketidaksesuaian yang terjadi antara serikat pekerja dengan perusahaan. Bahkan perusahaan juga menghalang-halangi pembentukan serikat pekerja, karena serikat pekerja dikhawatirkan justru akan melakukan tindakan yang merugikan perusahaan. Disisi lain hak-hak pekerja ditekan dan tidak ada jaminan yang jelas.
"Hal-hal ini juga yang di garis bawahi dalam film ”Working Class Heroes”. Film dokumenter ini produksi Huub Ruijgrok dan Arno van Beest dari World Report bekerja sama dengan FNV Mondial, menampilkan perjuangan pekerja di Indonesia dan Columbia meraih haknya," ujarnya.
Dijelaskannya, pemimpin serikat buruh maupun pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja menyadari bahwa kondisi yang buruk bagi pekerja hanya dapat berubah jika ada upaya penyadaran hak pekerja, dan karena itu maka mereka menjadi target tekanan dan menghadapi berbagai risiko.
" Film secara objektif juga menampilkan pihak pengusaha sehingga informasinya berimbang. Film berdurasi 60 menit ini menggunakan bahasa Belanda, Indonesia, Inggris dan Spanyol dengan subtitle bahasa Indonesia. Film “Working Class Heroes” telah ditayangkan pertama kali di Balie, Amsterdam tgl 16 Mei 2013 dihadapan Dutch Minister for Trade and Development, dan ditayangkan di ILO Cinema Geneva tanggal 11 Juni 2013," ujarnya.
Wakil Ketua Apindo Sumut Jonni Sitanggang mengatakan, pengusaha berkeinginan agar pekerja sejahtera. Namun, semua itu harus sesuai ketentuan. “Terkait serikat buruh, tentu kami sangat mendukung jika memang kehadirannya untuk meningkatkan produktivitas,” ujarnya.
Kepala Satker Disnakertrans Sumut Raijon Sembiring mengatakan, saat ini pembentukan serikat buruh/pekerja sudah sangat leluasa.
"Jadi, kalau dulu masih harus "sowan" kepada perusahaan, sekarang tidak perlu lagi, sepuluh orang pekerja bisa langsung mendirikan serikat buruh dan mendaftarkan ke Disnaker," ujarnya.
Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Sumut Anggiat Pasaribu mengatakan, saat ini masih terjadi kesenjangan antara pengusaha dan pekerja.
"Indikasinya, pengusaha tidak terbuka kepada pekerjanya. Karenanya, buruh menyuarakannya dengan turun ke jalan," katanya. [ded]
KOMENTAR ANDA