Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Muhammad, mengatakan selama ini koordinasi antara Jajaran Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan belum terjalin dengan baik dalam penanganan pelanggaran Pemilu.
Hal ini disebutnya sebagai pemicu utama yang menyebabkan minimnya kasus pelanggaran Pemilu yang sampai ke tahap penuntutan di pengadilan.
"Masih belum satu persepsi dalam penanganan pelanggaran pemilu," katanya saat Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) di Hotel Asean, Medan, Kamis (21/11/2013).
Mohammad hadir di Medan untuk membuka Rakor Gakkumdu. Hadir dalam rapat tersebut Dir Reskrimum Polda Sumut, Kombes Marsauli Siregar, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejatisu Fachruddin, Ketua Bawaslu Sumut Syafrida R Rasahan beserta jajaran bawaslu kabupaten/kota serta jajaran Polres dan Kejari se-Sumatera Utara.
Muhammad menyebutkan, pernyataan ini didasarkan pada data mereka pada Pemilu 2009 lalu. Dimana dari sekitar 2000 kasus pelanggaran pemilu yang ditemukan oleh jajaran Panwaslu saat itu, hanya beberapa diantaranya yang sampai pada penuntutan.
Selebihnya menjadi kadaluarsa karena adanya perbedaan persepsi dalam penanganannya. "Hanya nol koma sekian persen, tidak sampai 1 persen, ini kan aneh," ujarnya.
Selain perbedaan persepsi tersebut, persoalan lain yang turut membuat kasusnya sulit ditindaklanjuti karena terbentur aturan waktu. Dimana masing-masing institusi memiliki tenggat waktu yang singkat.
"Proses temuan sampai mengumpulkan alat bukti hanya 2 minggu di Panwas dan polisi, sedangkan di jaksa hanya 5 hari, sementara tidak adanya kesamaan persepsi membuat prosesnya kerap bolak balik dengan alasan berkas belum lengkap, ujung-ujungnya jadi kadaluarsa," ungkapnya.
Untuk tahun 2014 ini, Mohammad menyebutkan secara nasional mereka sudah menggelar koordinasi mulai dari tingkat pusat. Dengan demikian, diharapkan penanganan pelanggaran pemilu lebih cepat.
"Kalau sudah ada kesamaan persepsi kita berharap pelanggaran pemilu bisa diproses sampai tuntas," sebutnya. [ded]
KOMENTAR ANDA