Pengecekan langsung proses pemberian NIK dan NKK di Kota Medan justru menguak adanya indikasi korupsi dalam pengurusan dokumen kewarganegaraan tersebut.
Hal ini terungkap dari pengakuan beberapa warga yang terdata sebagai pemilih invalid (belum miliki NIK dan NKK) di Kota Medan saat anggota KPU RI, Hadar Nafis Gumay dan jajaran KPU Sumut dan Medan, melakukan pemeriksaan secara acak di Kecamatan Medan Petisah.
"Mau mengurusnya kami diminta Rp.600 sampai Rp 700 ribu, kami bilang nggak sanggup," kata seorang warga Jalan Periuk, Gang Saordot No 4B, Kelurahan Sei Putih Tengah, Deliana Hutagaol, Jumat (15/11/2013).
Deliana mengaku, saat ini terdapat 3 orang pemilih di dalam rumahnya yakni ia sendiri, suaminya dan anak mereka yang sudah berumur 17 tahun.
Mereka sendiri mengaku pasrah jika tidak terdaftar dalam DPT karena belum memiliki NIK dan NKK tersebut.
"Rugi sebenarnya kami nggak bisa memberi suara, tapi gimana lagi?" ujarnya.
Ia bahkan menyebutkan pengalamannya pada Pemilu Presiden tahun 2009 lalu. Dimana saat itu, ia memilih dengan menggunakan C6 orang lain karena ingin mencoblos namun tidak mendapatkan undangan memilih.
"Kalau dulu, ada yang orangnya kosong dikasih ke saya untuk mencoblos. Sayang kali rasanya suara saya itu," ungkapnya.
Temuan seperti ini menurut anggota Hadar Nafis Gumay sudah mereka perkirakan sebelumnya. Namun ia enggan mengomentari mengenai tarif yang memberatkan warga tersebut.
"Kalau soal tarif itu saya tidak perlu komentari, namun kondisi ini segera jadi bahan evaluasi bagi kami untuk dibicarakan antar lembaga di pusat, dan daerah tentunya," pungkasnya. [ded]
KOMENTAR ANDA