post image
KOMENTAR
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) memuji keharmonisan antar etnis maupun agama di Provinsi Sumatera Utara. Meski didiami ragam suku asli, suku Nusantara dan suku pendatang, Sumut tetap kondusif dan jauh dari benturan antarsuku.

Apresiasi ini disampaikan langsung Wakil Gubernur Kalteng, Ahmad Diran saat menerima kunjungan studi banding (komparasi) Kebangsaan dan Kearifan Lokal Forum Pembauran Kebangsaan Provinsi (FPK) Sumatera Utara di Kantor Gubernur Kalteng, Palangka Raya, Rabu (13/11/2013).

Pertemuan tersebut akan berlangsung selama 5 hari sejak 12 hingga 16 November 2013 yang dipimpin Wakil Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi.

Lebih lanjut Ahmad mengatakan, sejauh ini belum pernah mendengar ada konflik antar suku atau etnis yang mengancam kerukunan dan keamanan di Sumut. Kerukunan tersebut layak jadi contoh daerah lain.

Lebih lanjut Ahmad mengatakan, Pemprov Kalteng saat ini berupaya terus agar konflik Sampit tidak terulang lagi sejak bergejolak tahun 2001 lalu. Konflik sempat meluas hingga ke ibukota Palangka Raya.

"Kami berharap konflik Sampit tidak terulang lagi. Kita menyadari, konflik awalnya dipicu suku pendatang dari Madura merasa lebih dominan dari Suku Dayak sebagai penduduk asli. Semoga Kalteng sama rukunnya dengan Sumut," harap Ahmad.

Sementara Wagubsu Tengku Erry Nuradi mengatakan, Sumut dan Kalteng memiliki kesamaan ragam etnis dan suku bangsa. Keberagaman tersebut berperan penting mendukung pembangunan dan kondusifitas kedua daerah.

Sumut memilki 8 suku asli yang tersebar di 33 Kabupaten/Kota yakni Suku Melayu, Batak Karo, Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Anglola, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Suku Nias. Selain suku asli, juga berbaur harmonis sejumlah suka nusantara Suku Minang, Jawa, Aceh, Bugis, Banten dan beberapa suku lainnya.

"Tidak itu saja, hidup rukun berdampingan dengan suku dan etnis dunia pendatang seperti etnis Thionghoa, Arab, Tamil dan etnis beberapa lainnya. Keberadaan suku Nusantara dan etnis suku dunia pendatang saling melengkapi satu dengan lainnya. Keberagaman justeru menciptakan suasana kondusif di Sumut," ujar Erry.

Upaya efektif mengantisipasi benturan antarsuku adalah memberikan ruang yang sama kepada tiap suku dan etnis untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan begitu, tiap suku dan etbis akan bersinergi dan saling melengkapi.

"Di Sumut, suku pendatang dari Nusantara dan pendatang dunia menjunjung tinggi adat istiadan dan kearifan lokal yang dianut suku asli. Penduduk asli dan pendatang saling harga menghargai hingga tercipta kebersamaan," sebut Erry.

Erry tidak menampik adanya benturan-benturan antarsuku di Sumut akibat kecemburuan social. Namun benturan tersebut tidak sampai mengganggu kondusifitas keamanan karena kedua belah pihak bersedia duduk bersama dalam mencari solusi terbaik.

"Pemerintah Provinsi merangkul ketua suku, pemuka adat dan pemuka agama duduk mufakat. Masalah yang terjadi tidak sampai larut menjadi permusuhan,” jelas Erry.

Usai pertemuan, Wagub Kalteng Ahmad Diran mengajak Wagubsu Tengku Erry dan rombongan mengunjungi Museum Balanga, lokasi terjadinya peristiwa Sampit 2001 lalu. Rombongan juga diajak mengunjungi sejumlah lokasi rumah adat di Kalteng. [ded]

FOSAD Nilai Sejumlah Buku Kurikulum Sastra Tak pantas Dibaca Siswa Sekolah

Sebelumnya

Cagar Budaya Berupa Bangunan Jadi Andalan Pariwisata Kota Medan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Budaya