post image
KOMENTAR
Yusmarul Hayati tertunduk. Matanya berkaca-kaca. Raut wajah perempuan  berusia 52 tahun itu memancarkan kesedihan. Meski berbicara dengan terbata-bata, dia berusaha untuk tetap tegar.

"Saya harus kuat melawan ketidakadilan yang kami hadapi. Sekalipun saya harus jauh datang ke Medan dari Gunungsitoli, saya tidak perduli. Suami saya harus mendapatkan keadilan," ucapnya dengan sorot mata tajam.

Sedetik kemudian, dia menarik nafas panjang. Dia hapus linangan air mata yang jatuh di pipinya dengan ujung kerudung hijau yang dikenakannya.

Pada sebuah sore, di awal November 2013, Yusmarul Hayati menunjukkan setumpuk berkas kepada MedanBagus.Com. Berkas-berkas, yang menurutnya bukti rekayasa hukum yang dilakukan penegak hukum di Gunungsitoli, Kabupaten Nias.
 
Berkas-berkas perkara atas suaminya, Mohammad Tomi Zebua (63), yang kini tengah mendekam di rumah tahanan Gunungsitoli. Mohammad Tomi Zebua (TZ), dipenjara selama satu tahun atas tuduhan pemalsuan tandatangan atas kepemilikan surat tanah warisan. 

Beruntung, vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan JPU Budiaro Harefa SH, yang memberinya tuntutan penjara selama lima tahun.

"Suami saya korban rekayasa hukum di Gunungsitoli. Polres Gunungsitoli, kejaksaan hingga Pengadilan Negeri Gunungsitoli sudah merampas kehidupan kami. Bahkan sampai hari ini, Pengadilan Negeri Gunungsitoli belum memberikan salinan vonis untuk suami saya," tuturnya.

Sejak suaminya divonis Pengadilan Negeri Gunungsitoli 27 Mei 2013 lalu, Yusmarul Hayati tak berhenti melakukan perlawanan. Selama lima bulan terakhir, ibu satu anak tersebut mengais keadilan, memohon kepada siapapun agar sang suami bisa dibebaskan dari terali besi.

Sekalipun Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dan Mahkamah Agung sudah menolak banding yang dilayangkannya.


Mohammad Tomi Zebua (kiri) berada di balik terlai besi

Meski keadilan bagi suaminya telah terengut paksa, Yusmarul Hayati tak pantang menyerah. Dia terus berjuang demi kebebasan lelaki yang menikahi sejak 25 tahun silam.

"Lawan saya orang kuat di Nias. Namanya Maimun Zebua. Meski dia saudara suami saya, tapi harta sudah menggelapkan hubungan persaudaraan itu," kata Yusmarul Hayati.

Maimun Zebua yang dimaksud merupakan salah satu pejabat yang bekerja sebagai Kepala BKD Kabupaten Nias (induk). Sayang, konfirmasi telepon dan pesan singkat yang dilayangkan MedanBagus.Com kepada Maimun Zebua tak mendapat jawaban.

"Semua bukti rekayasa hukum ada di sini," katanya sambil menunjuk bukti-bukti
yang mendukung bahwa suaminya telah ditipu. Baik itu penipuan yang mengatakan
suaminya telah melakukan pemalsuan tandatangan dan penipuan atas proses hukum
yang selama ini terjadi pada suaminya. 

Kasus ini sendiri berawal saat suaminya, TZ, meminta Fatiziduhu Waruwu, menandatangani surat pinjam pakai sebidang tanah di Dusun I Desa Ononamolo I
Lotu Gunungsitoli untuk pertapakan rumahnya.

Perjanjian itu dilakukan karena Fatiziduhu Waruwu, sudah tinggal di tanah tersebut selama 20 tahun lebih. Dulu, pertapakan itu dipinjam Fatiziduhu Waruwu kepada Yason Zebua, ayah dari TZ.

"Karena punya niat untuk membantu, saya dan suami membuat surat perjanjian pinjam pakai tertanggal 21 Agustus 2011. Hal ini kami perbuat agar dikemudian hari jangan sampai Fatiziduhu Waruwu mengambil yang bukan miliknya," tuturnya.

Namun setelah surat perjanjian itu ditandatangani di atas materai 6.000, Fatiziduhu Waruwu membantah telah membubuhkan tandatangannya. Alasannya sejak 2010, dia sudah terkena stroke sehingga tidak mungkin untuk menandatangani surat.

Dan pada 14 November 2012, Syukur Imanuel Waruwu alias Ama Berkat (anak kandung Fatiziduhu Waruwu) melaporkan TZ ke Mapolres Nias atas tuduhan pemalsuan tandatangan. Dia dikenakan pasal 261 ayat 1 (KUHAP) dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.

"Di silah awal rekayasa hukum terjadi. Saat pembuatan BAP (berita acara pemeriksaan-red), suami saya tidak diizinkan didampingi pengacara. Bahkan pengacara kami diusir. Padahal ancaman hukumannya di atas 5 tahun. Setelah 2
kali diperiksa, BAP suami saya dinyatakan P21 dan langsung ditahan Kejari,"
beber Yusmarul Hayati.

Di lain sisi, dia juga merasa banyak kejanggalan dalam proses hukum yang sedang menerpa suaminya TZ. Termasuk misalnya, alasan Fatiziduhu Waruwu melaporkan TZ memalsukan tandatangan karena saat itu sedang stroke. Namun saat perkara digelar, justru Fatiziduhu Waruwu banyak membubuhkan tandatangannya.

"Saya yakin, ada permainan hukum yang sudah mulai terjadi sejak dari Polres Nias, Kejari Gunungsitoli dan Pengadilan Negeri Gunungsitoli. Tapi kami orang kecil yang tak mengerti hukum. Tolong bantu saya mencari keadilan untuk suami saya," harap Yusmarul Hayati. [ded]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Hukum