Partai politik kerap mengabaikan integritas dan kapasitas tokoh yang akan diusung dalam pemilihan kepala daerah.
Kriteria utama dalam menentukan apakah seseorang layak untuk dicalonkan adalah seberapa besar gizi atau modal yang dimiliki tokoh tersebut. Dana itu akan digunakan sebagai modal bertarung dan tentu juga untuk diberikan ke partai.
Makanya tak heran, praktek politik uang ramai di setiap Pilkada. Pemenangnya pun mudah ditebak, tentu yang punya modal.
"Politik dinasti di Banten adalah contoh politik dinasti yang sempurna. Politisi yang ditawarkan kepada pasar politik bukan anggota keluarga yang memiliki kapasitas dan integritas," ujar pengamat ekonomi politik Dahnil Anzar Simanjuntak, Sabtu (12/10/2013).
Bahkan tak jarang, untuk bicara di depan publik saja figur yang diusung itu "belepotan". "Tetapi mereka berkuasa menggunakan pendekatan membina hubungan baik dengan otoritas sosial di masyarakat seperti ulama, organisasi kepemudaan dan organisasi kemasyarakatan sebagai justifikasi suara rakyat," tegas Dahnil.
Karena itu, menurut Dahnil, partai politik dan politikus yang mengutuk politik dinasti seolah menghina nalar publik. Pasalnya, partai politik yang abai etika dan pendidikan politik lah yang menjadi rahim praktek politik dinasti yang diikuti kartel proyek APBD yang cenderung korup seperti di Banten dan banyak daerah lain di Indonesia.
"Jadi, SBY atau Golkar dan partai lainnya harus koreksi diri. Juga tentu masyarakat pemilih harus dicerahkan," demikian akademisi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten ini. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA