Penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dianggap bukan solusi tepat menyelamatkan Mahkamah Konstitusi. Terkait ditangkapnya pimpinan lembaga itu Akil Mochtar dalam suap sengketa pilkada.
Pengamat politik dan pemilu dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menjelaskan, fokus pembentukan Perppu lebih diarahkan untuk mengubah sistem rekrutmen hakim konstitusi dan penyiapan sistem pengawasan terhadap kelembagaan MK, sedangkan kedua fokus itu bukanlah kepentingan yang bersifat darurat untuk MK saat ini.
"Jadi, tidak ada urgensinya Perppu itu. Ini seperti dokter yang mendahulukan memberi resep dan nasihat kepada orang yang sedang terkena serangan jantung. Tidak tepat itu," ujarnya di Jakarta, Jumat (11/10).
Said menjelaskan, yang paling dibutuhkan MK saat ini adalah merebut kembali kepercayaan rakyat yang kadung runtuh ke titik nadir. Terhadap hal itu, MK tidak memerlukan bantuan dari Presiden dan pimpinan lembaga tinggi negara yang lain.
"Lagipula, belum tentu juga rakyat punya kepercayaan kepada para pimpinan lembaga itu. Kepercayaan publik sejatinya hanya dapat dipulihkan oleh MK sendiri," ujarnya.
Ditambahkan Said, ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh MK diantaranya dengan bersedia untuk diaudit oleh pihak luar yang independen. Misalnya, MK membentuk suatu tim audit independen yang beranggotakan tokoh masyarakat yang memiliki integritas dan kredibilitas.
"Tim itu bertugas untuk menerima pengaduan masyarakat soal dugaan praktik korupsi di MK, memilah putusan mana saja yang diduga kuat berbau suap, melakukan pemeriksaan ulang atau eksaminasi terhadap putusan-putusan MK yang diduga dipengaruhi praktik korupsi, serta melakukan pemeriksaan atas kemungkinan hakim, panitera, atau staf yang terlibat praktik suap atau jual beli perkara di MK," demikian Said.[rmol/hta]
KOMENTAR ANDA