Chairun Nisa harus segera dicopot dari jabatan Wakil Bendahara Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tidak hormat.
Hal ini terkait statusnya sebagai tersangka kasus suap sengketa pilkada Gunung Mas yang juga melibatkan Ketua MK nonaktif Akil Mochtar.
"(MUI) Harus pecat segera (Chairun Nisa) supaya lembaga MUI tetap memiliki kehormatan dan wibawa serta kredibel di mata masyarakat," tegas Wakil Sekjen DPP Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia (APSI), Mustolih Siradj, kepada Rakyat Merdeka Online Sabtu (5/10/2013).
Mustolih menjelaskan, dalam hukum Islam kejahatan korupsi dengan berbagai varian dan definisinya (suap/risywah, korupsi/ghulul, dan hadiah) tidak dapat ditolerir dan jelas diharamkan. Hal ini merujuk pada beberapa ayat Al Quran seperti dalam surat Al-Baqarah [2]: 188, An-Nisa [4]: 29), dan Ali Imran [3]: 161).
Tak hanya itu, MUI juga telah mengeluarkan fatwa suap (risywah), korupsi (ghulul) dan hadiah kepada Pejabat adalah haram. Fatwa itu diputuskan dalam Musyawarah Nasional VI MUI pada 23-27 Rabi'ul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M lalu.
Diakui Mustolih, sejauh ini Chairun Nisa yang merupakan anggota Komisi II dari Partai Golkar itu masih sebagai tersangka. Tapi dia akan sulit bebas dari jeratan KPK.
"Bila seorang dijadikan tersangka oleh KPK melalui metode operasi tangkap tangan (OTT), maka sulit baginya meloloskan diri dari dakwaan karena alat bukti awal yang dimiliki KPK sudah cukup," tegasnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA