Chairun Nisa ditangkap KPK karena tersangkut kasus suap sengketa pilkada Gunung Mas memang tidak terkait dengan jabatannya sebagai Wakil Bendahara Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Meski begitu, untuk menjaga integritas dan wibawa sebagai penjaga moral masyarakat, lembaga mulia MUI harus diselamatkan dan dijauhkan dari aktor-aktor yang diduga keras melakukan tindak pidana korupsi.
"Jangan sampai pembiaran terhadap posisi CHN ada kesan MUI menjadi tempat berlindung para koruptor," tegas Wakil Sekjen DPP Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia (APSI), Mustolih Siradj, kepada Rakyat Merdeka Online Sabtu (5/10/2013).
Karena itu, pemberhentian Chairun Nisa yang merupakan anggota Komisi II DPR itu dari pengurus MUI, akan menjadi bukti bahwa MUI benar-benar konsisten dan istiqamah menjalankan dan menegakkan fatwanya sendiri.
MUI telah mengeluarkan fatwa suap (risywah), korupsi (ghulul) dan hadiah kepada Pejabat adalah haram. Fatwa itu diputuskan dalam Musyawarah Nasional VI MUI pada 23-27 Rabi'ul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M lalu.
"Semoga alim ulama/cendekiawan MUI bisa berfikir jernih dan bersikap tegas," demikian Mustolih.
Sebelumnya, Ketua MUI Ma'ruf Amin menegaskan, kasus suap yang menjerat Chairun Nisa merupakan sikap pribadi. Meski begitu, MUI akan segera bersikap.
"Selama ini kami mengenal dia sebagai orang baik. Kalau kemudian apa yang menimpanya, itu sudah di luar kewenangan kami. Kami akan bersikap untuk memutuskan kasus yang dialami dia pada Selasa pekan depan. Sampai saat ini kan yang bersangkutan belum menjadi terdakwa," tandas Ma'ruf Amin. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA