MBC. Dalam memilih Kapolri baru, Presiden SBY dan DPR seharusnya lebih mempertimbangkan pada kepentingan Polri dan kepentingan masyarakat, dan bukan kepentingan politik maupun kekuasaan.
Sehingga kapolri baru benar-benar bisa diandalkan menjadi teladan bagi institusinya, menjadi figur paradigma baru Polri, punya integritas hingga dipercaya mampu memberantas mafia proyek dan mafia jabatan di tubuh Polri.
Hal itu dikatakan Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) dalam siaran persnya kepada MedanBagus.Com tadi malam.
Pane menilai ada dua persoalan besar di tubuh Polri saat ini, yakni budaya korupsi dan kian buruknya hubungan dgn masyarakat. Budaya korupsi KPK sdh menegaskan Polri sebagai lembaga terkorup di negeri ini. Sedikitnya ada 25 kasus korupsi besar yang mangkrak di Bareskrim, terakhir adalah dugaan korupsi plat nomor kendaraan yang melibatkan sejumlah perwira Polri.
''Kian buruknya hubungan polisi dengan masyarakat terlihat dari banyaknya kantor polisi dirusak dan dibakar masyarakat, banyaknya anggota polisi dikeroyok masyarakat serta makin banyaknya anggota polisi ditembak mati di jalanan. Seharusnya kalangan DPR menyadari bahwa sejak tiga tahun terakhir hubungan Polri dengan masyarakat kian memburuk. Sehingga dalam menampilkan kapolri baru, kalangan DPR perlu berorientasi untuk membenahi hal ini dan bukan membiarkan institusinya sbg tukang stempel presiden.''
Dalam memilih kapolri baru, urai Pane, DPR jangan membiarkan presiden lebih berorientasi pada kepentingan politiknya tanpa peduli dengan kepentingan masyarakat.
''Sebab itu IPW menyayangkan sikap kalangan DPR yang sudah ramai-ramai kor mendukung Sutarman menjadi Kapolri menggantikan Timur Pradopo tanpa bersikap kritis dan melihat sisi negatif di balik pencalonan itu. Sikap DPR seperti ini akan membuat Polri tidak akan pernah mendapatkan pimpinan yang ideal seperti harapan masyarakat, sehingga membuat Polri tidak akan pernah berubah.[ded]
KOMENTAR ANDA