MBC. Ikan pora-pora siap saji hasil olahan nelayan Sibaruang di pinggir Danau Toba, Kecamatan Lumbanjulu, Tobasa, sempat menjadi ''buah bibir'' para peserta pelatihan Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) yang diselenggarakan organisasi perburuhan PBB (ILO)" International Labour Organization) di Hotel Aryaduta Medan.
Sebanyak 20 peserta pilihan dari berbagai lembaga, seperti Pin-Bis, Cikal USU, PNM Madani, Konsorsium Indonesia Cerdas mengikuti pelatihan praktis itu selama 6 hari, 23 - " 28 September 2013, guna membangkitkan semangat-berusaha kaum wanita, termasuk di pedesaan.
Nelayan Sibaruang yang berhimpun dalam kelompok tani Pea Nauli adalah binaan bersama badan PBB untuk program pembangunan (UNDP " United Nation Development Programme) dan TPL (PT Toba Pulp Lestari, Tbk) industri pulp (bubur kertas) di Parmaksian, Tobasa.
Di Medan, Toba Pulp aktif ''menjajakan'' pora-pora Sibaruang termasuk membantu pengadaan kemasan yang lebih menarik. Ikan pora-pora yang telah menjadi panganan khas di daerah Danau Toba, Sumut, mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga di Kecamatan Lumbanjulu. Tak hanya membawa berkah, keberadaan ikan pora-pora juga mampu melestarikan Danau Toba.
Pengembangbiakan ikan pora-pora di Desa Sibaruang, Kecamatan Lumbanjulu, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Tobasamosir merupakan inisiatif UNDP melalui SCBFWM-UNDP (Strengthening Community Based Forest and Watershed Management-United Nations Development Programme) dan lalu mengajak PT TobaPulp Lestari di Parmaksian yang berjarak 25 kilometer dari Desa Sibaruang. Bantuan tersebut pun terealisasi dan Toba Pulp membangun Sulangit (Keramba).
Melalui Sulangit itu pula para petani bisa menikmati hasil ikan pora-pora berlipat ganda.
''Dengan menggunakan jaring kami cuma bisa menangkap ikan pora-pora sekitar 20 sampai 25 kilogram. Dan, dengan Sulangit kami bisa menghasilkan 60 sampai 80 kilogram per hari,'' kata Janso Manurung, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Pea Nauli yang merupakan binaan PT Toba Pulp Lestari (Toba Pulp), Tbk, kemarin.
Janson Manurung menjelaskan, Sulangit berukuran 15X15 meter bantuan Toba Pulp ini dibangun pada 2012. Sebanyak 18 kepala keluarga (KK) yang tergabung dalam Poktan Pea Nauli telah mendapat manfaatnya, terutama dari segi ekonomi.
''Dari 18 KK yang ada di Poktan Pea Nauli, kita bekerja secara bergiliran untuk mengambil ikan pora-pora. Pukul 19.00 WIB malam, Sulangiat dijaga dengan menurunkan jala yang di atasnya diberi lampu. Lalu sekitar pukul 03.00 WIB ikan pora-pora sudah bisa diambil. Kemudian, ikan dipencet perutnya lalu dijemur dan selanjutnya digoreng dan sudah bisa dimakan,'' terang Janson Manurung didamping Sekretaris Pea Nauli, Samjos Manurung.
Diakui Samjos bahwa ikan pora-pora merupakan ikan yang suka terang sehingga setiap Sulangiat harus diberikan lampu penerangan. ''Perkilogram kita jual Rp3.000,'' tandasnya.
Sementara, Direktur Toba Pulp, Juanda Panjaitan berharap para binaan bisa mandiri untuk ke depannya. Saat ini, dalam pengelolaan ikan pora-pora, perusahaan pengolahan Hutan Tanaman Industri (HTI) ini bukan hanya membantu pembangunan Sulangiat, tapi juga berperan dalam pemesaran serta pengemasan ikan pora-pora.
Ini dilakukan agar ikan pora-pora dikenal luas di seluruh mancanegara serta menjadi ciri khas makanan Danau Toba.
''Toba Pulp lebih kepada tanggung jawab moral dan tidak berharap keuntungan. Apalagi setiap perusahaan wajib mengeluarkan CSR-nya bagi warga sekitar. Toba Pulp tetap melakukan pemberdayaan dan meningkatkan inovasi hingga penyerapan tenaga kerja,'' jelas Juanda Panjaitan.
Dikatakan Juanda, pihaknya sejauh ini baru membangun satu unit Sulangiat di Desa Sibaruang dan dalam waktu dekat ini akan membangun dua unit lagi Sulangiat.
''Dengan demikian maka tingkat kesejahteraan dan pendapatan masyarakat sekitar dapat terbantu,'' katanya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sumut mendukung pemasaran ikan pora-pora yang merupakan makanan khas dari Danau Toba. Makanan cepat saji yang telah dikemas dan siap untuk disantap itu diyakini memiliki nilai jual di pasar nasional maupun internasional.
''Dengan kemasan yang bagus, saya yakin ikan pora-pora produk putra daerah ini bisa menembus pasar,'' kata Parlindungan Purba.
Diakui Parlindungan, selama ini khususnya masyarakat Sumut baru sebagian mengenal yang namanya ikan pora-pora. Mungkin, mendengar namanya banyak warga Sumut yang sudah tahu. Tapi jenis ikannya kebanyakan belum tahu. Dengan adanya kemasan yang bagus dan promosi yang terus dilakukan, saya optimis ikan pora-pora ini bisa menjadi makanan favorit di Sumut,'' kata Ketua APINDO Sumut Parlindungan Purba didampingi Sekretaris APINDO Sumut, Laksamana Adiyaksa.
Hal senada juga dikatakan Sekretaris APINDO Sumut, Laksamana Adiyaksa. Kehadiran ikan pora-pora dengan kemasan yang layak dipasarkan dan dikonsumsi, otomatis kalangan pecinta kuliner bakal meliriknya. Sekarang saja, katanya, hanya beberapa restoran besar atau hotel berkelas yang menyajikan panganan ini.
Malahan, katanya lagi, ikan pora-pora bisa dijadikan satu dari sekian jenis kuliner khas Sumut.
''Jadi pecinta kuliner jangan cuma mengenal panganan bika ambon, salak sidimpuan, atau lainnya. Nah, dengan kehadiran ikan pora-pora yang dikemas secara apik ini bisa menjadi santapan penikmat kuliner di tanah air dan mancanegara,'' ujar Laks. [ded]
KOMENTAR ANDA