Langkah Badan SAR Nasional (Basarnas) Indonesia yang bersedia menerima para pencari suaka dan pengungsi (imigran gelap) dari Angkatan Laut Australia dengan alasan mereka berada di wilayah Indonesia sangat tidak tepat.
"Ini merupakan bentuk kebodohan, bukan keramahan," ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana dalam keterangan resminya, Minggu (29/9/2013).
Beberapa hari lalu, para pencari suaka dan pengungsi asal Timur Tengah mengalami kandas serta kerusakan kapal di perairan laut Cianjur tepatnya di Kampung Genggong, Desa Sinarlaut, Kecamatan Agrabinta, yang mengakibatkan sejumlah orang meninggal dalam perjalanan mereka ke Australia.
Menurut Hikmahanto, bila para pencari suaka dan pengungsi adalah WNI maka bisa dipahami dan secara hukum internasional ada kewajiban Indonesia menerima kembali warganya.
Maka patut diduga Basarnas menerima uang-uang tidak halal dari pemerintah Australia dan bekerja untuk kepentingan Australia sehingga mereka bersedia menerima pencari suaka dan pengungsi asal Timur Tengah untuk dibawa ke daratan Indonesia.
Dan Basarnas sebagai institusi pemerintah ternyata telah menjadi 'tentara bayaran' bagi permasalahan Australia. Bahkan kata Hikmahanto, mereka bekerja bukan untuk kepentingan Indonesia melainkan untuk kepentingan Australia.
"Praktek seperti ini harus dihentikan agar tidak ada kesan Indonesia telah 'dijual'," tegas Himahanto sebagaimana dilansir Rakyat Merdeka Online. [ded]
KOMENTAR ANDA