MBC. PDI Perjuangan tidak mau terlibat dalam perdebatan artifisial terkait dengan kebijakan mobil murah. PDI Perjuangan hanya mau memastikan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah benar-benar sesuai kehendak publik, dan juga dibuat secara komprehensif.
Demikian disampaikan Ketua PDI Perjuangan Maruarar Sirait, sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online.
Dalam hal mobil murah, lanjut Maruarar, pemerintah terlihat jelas tidak menyerap dan mendengar aspirasi publik, sebagaimana juga terlihat dalam kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang juga ditolak PDI Perjuangan. Publik menghendaki ada transportasi massal yang murah dan mudah, namun pemerintah malah mengeluarkan kebijakan mobil murah.
"Maka wajar bila Mas Jokowi dan Mas Ganjar menolak rencana ini. Sebab mereka bertanggungjawab kepada rakyat. Nah PDI Perjuangan mau meluruskan rencana pemerintah pusat ini, dan memberi solusi sesuai dengan aspirasi dan kepentingan rakyat," kata Maruarar Sirait sesaat lalu Jumat, (27/9/2013).
Maruarar juga meminta pemerintah berpikir komprehensif ketika membuat kebijakan. Ada beberapa persoalan yang akan timbul bila kebijakan mobil murah ini dilakukan akibat dari kebijakan yang tidak komprhensif itu.
Pertama, konsep pembangunan kembali menjadi sentralistik karena mobil-mobil murah akan banyak beredar di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang. Seiring dengan kebijakan mobil murah, pemerintah tidak membuat peraturan terlebih dahulu yang mengatur peredaran mobil murah ini. Sehingga, kedua, bisa dipastikan, selain pembangunan yang sentralistik, juga akan memicu faktor kemacetan di kota-kota besar, yang justru saat ini sedang diurai oleh pemerintah daerah setempat dan menjadi aspirasi publik.
"Mobil murah ditambah, sementara jalan tidak bertambah. Seharusnya pemerintah buat peraturan dulu, lalu tambah jalan, baru ada kebijakan ini," tegas Maruarar
Ketiga, lanjut Maruarar, kebijakan ini juga akan berdampak dari sisi moneter. Dengan adanya mobil murah maka impor akan meningkat, sementara di saat yang sama transaksi perdagangan Indonesia selalu menunjukkan impor lebih besar daripada ekspor. Tentu saja ini akan membebani cadangan devisa, dan rupiah akan semakin tertekan serta melemah.
"Kita setuju industri dalam negeri, tapi harus benar-benar produksi dalam negeri, bukan lagi ujung-ujungnya impor," tegas Maruarar Sirait, yang juga Ketua Umum DPP Taruna Merah Putih, sambil juga menekankan bila kebijakan mobil murah ini dilakukan maka lagi-lagi impor akan menguasai.
Dalam hal ini, Maruarar, yang juga anggota Komisi IX DPR, memberi perbandingan dengan sektor perbankan. Dalam sektor perbankan, karena proteksi dalam negeri sangat lemah dan asas resiprokal tidak ada, akibatnya asing diberikan hak oleh pemerintah untuk menguasai 99 persen saham perbankan di Indonesia. Padahal di negara yang menganut perdagangan bebas saja, seperti Amerika Serikat dan Singapura, mereka sangat memproteksi banknya.
"Makanya juga kebijakan mobil murah ini tidak bisa dilakukan dengan alasan globalisasi. Kita memang menghormati pergaulan internasional, tapi jangan sampai mengorbankan kepentingan rakyat. Rakyat itu nomor satu dibandingkan pergaulan internasional." [ded]
KOMENTAR ANDA