MBC. Ikan pora-pora merupakan panganan khas makanan di daerah Danau Toba, Sumut. Berkat ikan pora-pora pula nelayan di Desa Sibaruang, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Tobasamosir ini mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga. Meski tersiar kabar bahwa awal mula ikan pora-pora mendarat di pinggiran Danau Toba itu berasal Sumatera Barat (Sumbar), bukan dari Sumatera Utara.
Tak hanya membawa berkah, keberadaan ikan pora-pora juga mampu melestarikan Danau Toba.
''Saya mendukung pengembangbiakan ikan pora-pora ini. Dan saya yakin keberadaan ikan pora-pora ini bisa melestarikan Danau Toba dari hama gulma yang menganggu danau selama. Terus terang saya risih dengan gulma eceng gondok dan sejenisnya yang telah mengotori Danau Toba yang merupakan kebanggaan warga Sumatera Utara,'' kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sumut, Parlindungan Purba kepada wartawan di restoran Chun Yen Uniland Plaza Medan, Rabu (25/9/2013).
Yang perlu diperhatikan, kata Parlindungan yang didampingi Sekretaris Apindo Sumut Laksamana Adiyaksa, pengemasan ikan pora-pora lebih menarik dan sterilisasinya sendiri. Dengan kemasan yang cukup menarik dan sterilisasi yang baik, bisa saja ikan porapora ini diekspor ke luar negeri.
Pengembangbiakan ikan pora-pora di Desa Sibaruang, Kecamatan Lumbanjulu, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Tobasamosir merupakan inisiatif UNDP melalui SCBFWM-UNDP (Strengthening Community Based Forest and Watershed Management-United Nations Development Programme) dan lalu mengajak PT TobaPulp Lestari di Parmaksian yang berjarak 25 kilometer dari Desa Sibaruang.
Bantuan itu pun terealisasi dan PT TPL membangun Sulangit (Keramba).
Ketua Kelompok Tani (Poktan) Pea Nauli, Jamson Manurung dan Samdos Manurung (Sekretaris) memperlihatkan olahan ikan pora-pora.
Ketua Kelompok Tani (Poktan) Pea Nauli, Jamson Manurung dan Samdos Manurung (Sekretaris) memperlihatkan olahan ikan pora-pora.
Melalui Sulangit itu pula para petani bisa menikmati hasil ikan pora-pora berlipat ganda.
''Dengan menggunakan jaring kami cuma bisa menangkap ikan pora-pora sekitar 20 sampai 25 kilogram. Dan, dengan Sulangit kami bisa menghasilkan 60 sampai 80 kilogram per hari,'' kata Jamson Manurung, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Pea Nauli yang merupakan binaan PT Toba Pulp Lestari (Toba Pulp), Tbk, saat ini.
Jamson Manurung menjelaskan, Sulangit berukuran 15X15 meter bantuan PT TPL ini dibangun pada 2012. Sebanyak 18 kepala keluarga (KK) yang tergabung dalam Poktan Pea Nauli telah mendapat manfaatnya, terutama dari segi ekonomi.
''Dari 18 KK yang ada di Poktan Pea Nauli, kita bekerja secara bergiliran untuk mengambil ikan pora-pora. Pukul 19.00 WIB malam, Sulangit dijaga dengan menurunkan jala yang di atasnya dan diberi lampu. Lalu sekitar pukul 03.00 WIB ikan pora-pora sudah bisa diambil. Kemudian, ikan dipencet perutnya lalu dijemur dan selanjutnya digoreng dan sudah bisa dimakan,'' terang Jamson Manurung didamping Sekretaris Pea Nauli, Samdos Manurung.
Diakui Samdos bahwa ikan pora-pora merupakan ikan yang suka terang sehingga setiap Sulangit harus diberikan lampu penerangan.
''Per kilogram kita jual Rp3.000.'' [ded]
KOMENTAR ANDA