Danau Toba yang terkenal akan keindahan alamnya memiliki beraneka ragam makanan khas. Salah satunya adalah ikan Pora-pora. Ikan seukuran jari tangan manusia dewasa itu, jika digoreng kering akan terasa renyah dan gurih.
Nelayan Sibaruang, salah satu desa di pinggiran Danau Toba, mencoba memaksimalkan potensi ikan pora-pora sebagai sumber penghasilan tambahan.
"Selama ini potensi pora-pora belum tergali. Alasannya, tidak ekonomis. Masyarakat memilih menangkap berbagai jenis ikan di danau untuk dijadikan ikan asin," ujar Janson Manurung, nelayan asal Sibaruang kepada wartawan di Medan, Selasa (24/9/2013).
Ketua Kelompok Tani Pea Nauli itu, menjelaskan kini ikan pora-pora itu tak hanya sekadar panganan masyarakat setempat, karena warga di sana sudah mencoba memproduksinya sebagai panganan khas.
Ikan pora-pora yang sudah digoreng kering hingga terasa garing dan renyah. Kemudian dikemas dalam plastik dan dibungkus kotak luar yang khas berwarna merah dengan corak ulos dan siap dipasarkan dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 40 ribu per kotaknya.
Hasilnya, cukup banyak masyarakat yang datang langsung ke Sibaruang untuk membeli pora-pora yang siap-santap ini. Sebagian konsumen adalah pelancong domestik yang leluhurnya berasal dari kawasan Toba.
"Kita berharap, pora-pora bukan hanya warga Desa Sibaruang atau Danau Toba saja yang jadi penggemarnya tetapi warga dari luar pulau bahkan wisatawan asing yang yang menjadi pembelinya," ujar Janson didampingi Sekretaris Kelompok Tani Pea Nauli, Samson Manurung serta Humas PT Toba Pulp Lestari Khairudin Pasaribu dan Dedy Sofyan Armaya.
Dijelaskan, ikan yang dijuluki juga oleh penduduk setempat ikan dewa atau ikan megawati (mengacu pada nama Megawati yang pernah menebar benih ikan ini saat menjabat sebagai Presiden RI tahun 2004 lalu), berkembang dalam jumlah cukup besar di Danau Toba.
Pora-pora bertelur pada umur 3 bulan, dan sudah menetaskan telurnya dalam waktu 3 hari. Cukup cepat.
Janson bilang, potensi ekonomis ikan pora-pora belum lama dilakukan. Ini merupakan inisiatif UNDP melalui SCBFWM-UNDP (Strengthening Community Based Forest and Watershed Management-United Nations Development Programme), lalu mengajak TobaPulp, industri bubur-kertas (pulp) di Parmaksian, Tobasamosir, bekerjasama membina nelayan Sibaruang agar lebih maju dan sejahtera.
"UNDP mengorganisasikan serta membina skill para nelayan untuk produksi dan pemasaran. Jumlah peserta mencapai 75 keluarga. Sementara TobaPulp bertugas membangun alat penangkap ikan sulangat (keramba) di danau beserta segala perangkatnya," jelas.
Kini, kelompok tani Pea Nauli bertekad untuk memproduksi secara massal ikan pora-pora sebagai panganan khas dari Danau Toba. "Sejauh ini hambatannya belum ada. Kita
berharap PT TPL bisa membantu rencana kami untuk mengangkat ikan pora-pora sebagai oleh-oleh oleh kaum pelancong," pungkas Janson. [ded]
KOMENTAR ANDA