Pemerintah Indonesia seharusnya memanfaatkan kebutuhan mobil yang terbilang tinggi di pasar dalam negeri dengan membangun industri mobil nasional.
Malaysia dan Korea Selatan, misalnya, mengembangkan industri mobil di saat kebutuhan mobil di dalam negeri mereka baru pada kisaran 100 ribu unit.
Sementara kebutuhan mobil di Indonesia saat ini berkali lipat dibandingkan kebutuhan mobil di Malaysia dan Korea antara 10 hingga 15 tahun lalu. Namun begitu pemerintah masih lebih senang menggantungkan diri pada industri mobil luar negeri.
Pernyataan Rizal Ramli ini disampaikan untuk mengomentari perdebatan yang mengiringi rencana pemerintah menghadirkan mobil murah untuk rakyat yang disebut menggunakan teknologi ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC).
Perdebatan yang terjadi, sebut mantan Menko Perekonomian ini, seringkali tidak produktif dan bahkan tidak nyambung. Kalangan industriawan mobil yang mendukung kebijakan itu karena produsen-produsen mobil konvensional merasa mendapat angin segar. Sementara kalangan lain memperdebatkan dari sisi kemacetan kota-kota besar seperti Jakarta.
"Untuk soal kemacetan, solusinya adalah perbaikan dan penyempurnaan konsep transportasi publik. Tetapi soal mobil murah mestinya dilihat dari perspektif membangun industri otomotif dalam negeri," ujar Rizal Ramli.
"Jadi, kalau hanya mobil murah untuk gaya-gayaan, saya tidak setuju. Itu berarti Indonesia tetap tergantung produsen asing. Tapi kalau mobil nasional yang dipasarkan dengan harga murah untuk rakyat, saya setuju dan mendukung," kata dia lagi.
Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) yang merupakan salah seorang calon presiden alternatif itu juga menilai jalan pikiran membangun mobil nasional akan memaksa produsen mobil asing memindahkan industri mereka ke Indonesia sehingga cost dapat ditekan. Selain itu jalan pikiran seperti ini akan menambah lapangan pekerjaan dalam jumlah signifikan.
Sementara mobil murah yang sebagiab besar komponennya berasal dari luar negeri pada gilirannya akan mengakibatkan defisit transaksi berjalan yang menyulitkan. Dia juga meragukan itikad pemerintah dalam hal ini karena pemerintah menjanjikan insentif bagi perusahaan otomotif asing di Indonesia yang merajai pasar. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA