Solusi persoalan di Indonesia sekarang ini tak cukup lagi disikapi dengan pilihan untuk menjadi "golput" atau memilih untuk tidak memilih dalam pemilu. Golput dianggap hanya menguntungkan pihak yang bisa memanipulasi opini publik.
Demikian benang merah yang mengemuka dalam dialog Relawan Jokowi dengan aktivis dan budayawan Surabaya, Sabtu (21/9/2013) seperti tertulis dalam rilis yang dikirimkan Media Center Relawan Jokowi.
Dialog diselenggarakan di sela-sela Festival Tunjungan, 19-22 September 2013. Festival diawali dengan pementasan teater monolog di Hotel Majapahit, Kamis malam lalu (19/9).
Sekretaris Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Surabaya, Indra Indra Bagus Sasmito, mengatakan, Rakyat harus melawan imperialisme domestik. Aktivis lainnya, Herry A Sugianto, menambahkan, rakyat sudah lama teraniaya. Sedangkan, aktivis Sirruhu Al Farouq, mempertanyakan kerusakan sistem yang membuat produk pertanian tidak punya daya saing. Harga beras di Indonesia lebih mahal dari sejumlah negara ASEAN.
Sedangkan Ketua DPP Relawan Jokowi, Ferry Alfiand Tjung Phin, mengungkapkan, ongkos angkut barang dari Surabaya ke Jakarta jauh lebih mahal dari ongkos Surabaya ke RRC. Ongkos barang Surabaya-Jakarta juga lebih mahal Warsawa (Polandia) ke Berlin (Jerman). Upah buruh di RRC bisa rendah, karena perumahan, kesehatan dan pendidikan, infrastruktur menjadi tanggungan pemerintah.
"Maka harus ada perubahan. Partisipasi kita tak cukup lagi dengan golput," katanya.
Ferry pun menjelaskan, ide dasar Relawan Jokowi adalah perubahan, bukan bermula dari fanatisme Jokowi.
"Kami adalah nasionalis yang berserakan. Tapi kalau disebut sebagai kalangan golput yang melembaga, tidak salah juga," katanya.
Dialog menyimpulkan, kondisi yang kini sangat parah perlu perubahan. Para pemuka masyarakat tak bisa lagi menyerahkan nasib bangsa kepada politisi semata. Rakyat harus semakin berdaulat, melalui pilihan politik. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA