UU Pemilu dan UU Pilpres jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 6 UUD 1945. Misalnya, dalam UU Pemilu dan UU Pilpres diatur bahwa pilpres digelar setelah pemilu legislatif. UU Pilpres juga mengatur bahwa pasangan capres atau cawapres diajukan oleh parpol atau gabungan parpol yang punya kursi minimum 20 persen di DPR.
Pandangan bahwa UU Pemilu dan UU Pilpres ini bertentangan dengan Pasal 6 UUD 1945 disampaikan oleh pakar hukum tatanegara, Yusril Ihza Mahendra. Yusril menjelaskan bahwa Pasal 6 UUD 1945 menyebutkan bahwa pasangan capres dan cawapres dicalonkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu.
Kata Yusril, pasal tersebut maksudnya jelas bahwa satu parpol atau beberapa parpol peserta Pemilu legislatif berhak mengajukan pasangan capres dan cawapres. Pasal itu juga menunjukkan waktu untuk mengajukan capres atau cawapres adalah ketika parpol atau gabungan parpol itu berstatus sebagai peserta Pemilu, dan juga mengisyaratkan bahwa pemilu legislatif dan Pilpres dilakukan bersamaan, bukan pemilu legislatif dulu baru pilpres.
"Kalau sudah punya kursi di DPR, parpol tersebut bukan lagi berstatus peserta pemilu seperti diatur Pasal 6 UUD 1945, karena pemilu sudah selesai. Maksud Pasal 6 UUD 1945 itu ialah agar rakyat yang nyoblos dalam Pemilu legislatif tahu siapa yang dicalonkan partai tersebut sebagai capres atau cawapres. Agar rakyat yang nyoblos pemilu legislatif itu tidak asal nyoblos kayak orang beli kucing dalam karung," jelas Yusril dalam akun twitter-nya @Yusrilihza_Mhd (Rabu, 18/9). [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA