MBC. Penyelesaian kasus penganiayaan terhadap jurnalis Pekan Baru oleh anggota TNI menyedihkan. Oditur Militer (Otmil) kasus penganiayaan atas 6 jurnalis Pekanbaru pada saat meliput jatuhnya pesawat tempur Sky Hawk milik TNI AU Roesmin Nurjadin Pekanbaru, 16 Oktober 2012 lalu itu sungguh memprihatinkan.
"Tuntutan hukuman 3 bulan oleh Otmil pada 16 September 2013 kepada sang pelaku, Letkol Robert Simanjuntak (Kadispers), sangat ringan dan menghadirkan saksi-saksi yang terbukti berbohong di Mahkamah Militer Pekan Baru," ungkap Koordinator Kontras, Haris Azhar, dalam keterangan persnya, Selasa (17/9/2013).
Haris melihat aroma sandiwara sangat kuat dalam persidangan. Dalam persidangan, Otmil sekedar menuduh tindakan penganiayaan akan tetapi tidak melakukan pembuktian dan penuntutan pelanggaran akses atas informasi, pelanggaran perlindungan terhadap pekerja jurnalis dan kerugian atas tindakan tersebut. Termasuk teror dan kekerasan terhadap jurnalis paska peristiwa.
Pelaku yang dijadikan tersangka hanya satu orang, yaitu Letkol Robert Simanjuntak. Hal ini berbeda dengan keterangan sejumlah korban, bahwa pelaku kekerasan ada lebih dari 1 orang.
Melihat kasus ini, tidak hanya pasal 351 KUHP yang bisa diterapkan. Menurut Haris, sepatutnya Otmil menerapkan pasal berlapis, pertama, pasal 18 UU 40/1999 tentang Pers, perihal pemidanaan menghalangi kerja mencari informasi oleh jurnalis (penjara 2 tahun).
Kedua, pasal melakukan perampasan barang, merupakan tindakan yang masuk kategori kejahatan sebagaimana diatur dalam pasal 406 KUHP; juga menghilangkan karya cipta, merupakan tindakan yang melanggar pasal 12 ayat (1) huruf j UU 12 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana dikatakan bahwa fotografi merupakan karya ciptaan yang dilindungi hak penggunaannya; selain itu pelanggaran hukum pidana militer, melanggar Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara, pasal 137 tentang anggota tentara yang melakukan kekerasan terhadap seseorang atau lebih.
Kolonel Robert Simanjuntak, sebagai seorang perwira seharusnya bisa dikenakan pasal tambahan, yaitu pasal 132 tentang kewajiban atasan mencegah bawahannya melakukan tindak kejahatan. Tindakan ancaman kebebasan terhadap warga negara dan profesi jurnalis, melanggar kebebasan informasi, sebagaimana diatur dalam pasal 28F UUD 1945 dan pasal 14 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
"Kami juga menyayangkan ketertutupan proses hukum penyidikan dan proses hukum mahkamah militer yang tergesa-gesa. Hal ini sungguh mengurangi kredibilitas Mahkamah Militer," pungkas Haris seperti dilansir Rakyat Merdeka Online. [ded]
KOMENTAR ANDA