MBC. Bagi penjajah, ada banyak cara untuk menguasai negara lain. Maka dari waktu ke waktu, wajah kolonialisme terus berubah, meski wujud dan substansinya sama saja.
Di masa lalu, untuk menguasai negara lain lain, penjajah menggunakan cara-cara tradisional, seperti melalui peperangan. Dalam bahasa Von Clausewitz, perang adalah cara penjajah untuk menundukan musuh.
Namun di era modern, kata Koordinator Gerakan Diskusi 77/78, M Hatta Taliwang, model penjajahan dan penundukan bangsa lain lebih banyak menggunakan dan mempraktekkan teori Sun Tzu, ahli militer dari kekaisaran China. Kata Sun Tzu, panglima perang yang unggul adalah ia yang dapat menundukkan musuhnya tanpa menggunakan pertempuran.
Lalu dengan cara apa? Belakangan, lanjut Hatta Taliwang sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online, ilmu pengetahuan dan teknologi menunjukkan bahwa kehendak orang bersumber pada otaknya, khususnya bagian otak yang bernama neocortex. Bila otak itu dapat dipengaruhi maka kehendak orang itu dapat dimanupulasi sesuai kehendak penakluk. Dan kini, ada berbagai teknik yang dikembangkan untuk bisa mengendalikan otak.
"Cuci otak, merusak mental dan moral anak bangsa oleh si penakluk bisa dilakukan melalui budaya dengan melalui media televisi, film, berbagai event, atau bahkan bisa melalui kebijakan ekonomi lembaga-lembaga dunia yang disetir oleh si penakluk dari belakang layar, seperti Bank dunia, WTO, IMF dan lain-lain," kata Hatta Taliwang dalam keterangan beberapa saat lalu (Senin, 16/9).
Atau, untuk memanipulasi otak, lanjut Hatta, bisa juga melalui operasi intelijen. Dan yang pasti, dengan manipulasi otak ini, si penakluk dan penjajah bisa menentukan dan mengatur Presiden Indonesia di masa mendatang.
"Kabarnya banyak operasi intelijen dikendalikan dari negara tetangga. Dan Itulah antara lain cara-cara kaum kaum kapitalis global atau imperialis menguasai bangsa ini," tegas Hatta.
Hatta pun berpandangan bahwa perang pikiran ini dilakukan sebab perang secara konvensional terlalu mahal dan berat resikonya. Karena itu, kini, yang terjadi adalah menggunakan strategi perang neocortical warfare atau perang dengan mempengaruhi pikiran
"Jadi jangan sangsikan bahwa kekuatan dunia sangat berkepentingan untuk melakukan ini di panggung Republik Indonesia, demi kepentingan ekonomi politik mereka. Mungkin sudah puluhan ribu anak anak muda kita yang cerdas dengan sadar atau tanpa sadar direkrut mereka," sambung Hatta lagi.
Puluhan ribu anak muda ini, masih kata Hatta, disogok dengan berbagai cara, dari yang kasar sampai yang halus. Mereka misalnya dijebak dengan narkoba, utang, jabatan atau wanita. Akhirnya anak-anak muda ini bersedia menjadi agen kepentingan-kepentingan strategis bagi kaum penjajah
"Mereka bercokol di kampus, di LSM, di Ormas, di kalangan bisnis ,di partai, di eksecutif, yudikatif, legislatif, militer, polisi dan komponen bangsa yang strategis," kata Hatta. [ded]
KOMENTAR ANDA