post image
KOMENTAR
Pada dasarnya, semua Polisi bisa bertugas melakukan pengamanan dan pengawalan. Setiap anggota masyarakat yang membutuhkan pengawalan, misalnya saat mengantar atau mengambil uang ke bank, bisa meminta bantuan pengawalan ke polisi.

"Namun pengawalan yang dilakukan Polisi tersebut bersikap resmi, diketahui pihak atasan, dan ada SOP-nya," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane, Jumat (13/9/2013).

 Pengawalan resmi ada standarnya. Yakni minimal dua orang dan dilengkapi senjata laras panjang. Jika mengawal konvoi truk, pengawalan dilakukan dengan mobil satu di depan dan satu di belakang. Biasanya pengawalan resmi seperti ini dilakukan anggota Brimob atau Sabhara.

"Jadi, jika melihat pengawalan yang dilakukan Aipda Sukardi, pengawalan ini bukan pengawalan resmi dari Polri tapi merupakan pengawalan sebagai bisnis sampingan, sebab pengawalan yang dilakukannya tidak sesuai SOP," ujarnya.

Pada Selasa malam, anggota Provost Satuan Polisi Air dan Udara Mabes Polri Bripka Sukardi ditembak orang tak dikenal saat mengawal enam truk dari Tanjung Priok, Jakarta Utara, menuju kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, seorang diri.

Melihat cara pengawalan tersebut, menurut Neta, bisa diduga bahwa Sukardi tidak melakukan pengawalan dari TKP pertama konvoi bergerak, yakni Tanjung Priok, melainkan pengawalan baru dilakukan Sukardi saat konvoi hendak memasuki jalan protokol Jakarta.

Artinya, pengawalan yang dilakukan Sukardi hanya sebatas untuk mengamankan konvoi saat melintas di jalan protokol hingga "aman" ke TKP di Kuningan tanpa harus membayar pungli terhadap oknum-oknum polisi di jalanan.

"Pengawalan mobil ini lebih murah dan bisa berkordinasi hanya ke person-person oknum dan tidak perlu melibatkan atasan," imbuh Neta.

Sementara dalam bisnis pengamanan dan pengawalan cukup banyak kepentingan dan pihak-pihak yang terlibat. Mulai dari oknum polisi, oknum militer sampai para preman. Dengan adanya pengawalan model individu dan hanya terbatas pada jalur jalan protokol, biaya pengawalan tentu lebih murah dan otomatis pihak-pihak yang selama ini bermain di balik bisnis pengawalan tersebut menjadi sangat terganggu.

"Jadi bisa diduga, persaingan inilah yang menyebabkan korban ditembak," demikian Neta.

Tirtasari (44 tahun), istri almarhum, mengakui suaminya melakukan pengawalan sekitar dua minggu sekali. Pengawalan itu bukan tugas kantor, melainkan pekerjaan sampingan Bripka Sukardi.

“Anak pertama kan sudah kuliah, jadi Bapak sering cari tambahan untuk biaya kuliah dia. Alhamdulillah selama ini cukup,” kata Tirta di rumah duka, Asrama Polri Cipinang Baru, Jakarta Timur kemarin.

Tirta menceritakan, suaminya terpaksa mengambil pekerjaan sampingan karena gajinya sebagai anggota Kepolisian yang sebesar Rp5 juta tak cukup untuk membiayai seluruh keluarga, terutama tiga orang anaknya yang bersekolah. [rmol/hta]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas