MBC. Pinjaman siaga yang disiapkan pemerintah termasuk dengan perjanjian bilateral swap agreement sebesar 30 miliar dolar AS untuk menambah cadangan devisa dan penguatan rupiah dinilai sebagai langkah keliru alias tak cerdas.
Pinjaman yang antara lain didapat hasil kunjungan Presiden SBY ke Rusia dan sejumlah negara beberapa hari lalu itu hanya akan menambah beban ekonomi Indonesia di masa mendatang.
"Berani-beraninya melakukan pinjaman untuk meningkatkan devisa dan menyokong rupiah, itu solusi tidak cerdas," ujar ekonom senior DR. Rizal Ramli kepada wartawan di Jakarta, Kamis (11/9/2013) malam.
"BI kan intervensi terus. Cadangan devisa sudah habis 20 miliar dolar AS. Ditambah lagi dengan pinjaman, maka menambah lagi beban di masa mendatang. Itu berbunga terus," sambung dia.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian era Pemerintahan Gus Dur ini, upaya itu juga akan sia-sia tak ubah menabur garam di lautan. Para pemain valuta canggih-canggih, tahu ada intervensi BI menjelang pasar ditutup pukul 15.00. Di saat-saat itulah mereka membeli rupiah. Tapi karena tahu keesokan harinya bakal naik lagi, maka mereka pun menjualnya kembali. Terus terjadi demikian seperti memberi makan ikan emas di kolam, dimana ikan-ikan kumpul karena ada makanan.
Menurut Rizal Ramli, sebagaimana disiarkan Rakyat Merdeka Online, mestinya pemerintah belajar dari krisis 1998. Akibat mengundang IMF, krisis malah makin menjadi dimana pertumbuhan ekonomi yang awalnya sebesar 6 persen anjlok jadi minus 13,8 persen.
Padahal jika tidak mengundang IMF, pertumbuhan ekonomi saat itu hanya anjlok 2 persen. Akibat menjalankan saran IMF juga, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat itu anjlok ke Rp 16.000, dan bank-bank hancur sehingga mesti di bailout hampir 80 miliar dolar AS.
"Nah sekarang saya perhatikan responsnya juga begitu," katanya bernada heran.
Solusi yang jauh lebih cerdas guna mengurangi defisit, menurut calon presiden paling reformis berdasarkan hasil survei Lembaga Pemilih Indonesia ini, antara lain dengan mekanisme penganggaran yang lebih efisien. Kalau perlu dengan menaikkan tarif sementara barang-barang konsumsi yang tidak perlu tapi cukup kuat pengaruhnya.
"Kalau defisitnya berkurang, tidak usah menambah cadangan devisa. Tidak usah juga melakukan pinjaman karena otomatis akan menguat. Ini tidak dilakukan karena cara berpikir pemerintah yang kurang kreatif dan tidak cerdas." [ded]
KOMENTAR ANDA