MBC. Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan di Ancol, Jakarta, menarik untuk diamati.
Ada semacam harap yang membuncah di sana agar pimpinan tertinggi partai segera mengumumkan siapa yang akan dijagokan partai dalam pemilihan presiden tahun depan.
Orang-orang yang berharap ini seperti sudah kebelet, mengandaikan PDIP sungguh-sungguh telah berada di puncak prestasi.
Bagi mereka, barangkali, popularitas Joko Widodo yang kini adalah Gubernur DKI Jakarta bagaikan senjata pamungkas yang sudah tak perlu diuji lagi. Tinggalkan ditembakan ke arah lawan, maka lawan seberapa banyak pun akan terkapar, dan kemenangan diraih dengan mudah dan seketika.
Tetapi di sisi lain, masih ada juga elit PDIP yang berusaha untuk tetap tenang menghadapi angin sepoi-sepoi yang memang bisa melenakan dan meninabobokan ini.
Ketua DPP PDIP Effendi Simbolon, misalnya, menggarisbawahi kemungkinan ada pihak yang memanfaatkan Jokowi dan memompa popularitas mantan Walikota Solo itu menjadi seperti sekarang.
"Perlu diwaspadai kenapa pemberitaan tentang Jokowi begitu besar," selidik Effendi seperti disiarkan Rakyat Merdeka Online.
"Siapa yang bermain di balik itu (popularitas Jokowi). Apa dia jadi media darling disebabkan adanya kontrak atau ada design khusus yang dilakukan," tanya Effendi lagi.
Pertanyaan tajam Effendi Simbolon ini tentu bukan tanpa alasan. Kelihatannya Effendi Simbolon termasuk di antara segelintir elit PDIP yang khawatir cerita tentang popularitas Jokowi yang begitu tinggi akan mempengaruhi proses kaderisasi di tubuh partai itu, membuat anggota dan kader PDIP tersihir seakan-akan hanya ada Jokowi di PDIP.
Dari pernyataan-pernyataannya itu, Effendi tampak sekali ingin menjaga akal sehat, membuat semua warga partai banteng tetap mengedepankan rasionalitas. Bagaimanapun PDIP adalah sebuah organisasi politik yang arah dan kecepatannya ditentukan oleh elemen-elemen yang menjadi bagian dari sang organ, bukan ditentukan oleh orang per orang.
Membiarkan seorang individu dikultuskan sama artinya dengan menyederhanakan persoalan dan memandang remeh tantangan yang dihadapi PDIP. Bagaimanapun PDIP harus bisa menghadapi tantangan secara ril, dan itu membutuhkan kerja keras semua pihak. Bukan sekadar hasil gocekan invisible hand yang bermain di belakang keremangan, ibarat dalang yang memainkan wayang.
Dan tampaknya, Megawati Soekarnoputri sang ketua umum punya pikiran yang sama dengan Effendi Simbolon. Ketika membuka Rakernas kemarin, menyatakan dirinya tidak akan terpengaruhi oleh survei. Kelihatannya Megawati menyadari betul-betul bahwa bukan tidak mungkin survei berarti pula upaya merekayasa kesadaran publik.
Kini, di tengah gempita menanti siapa jago dari PDIP, kita perlu sama-sama menanti, kubu manakah yang memenangkan pertarungan di arena Rakernas? Kubu yang tergopoh-gopoh, atau kubu yang dengan tenang melihat permainan politik sebagai sebuah proses panjang yang membutuhkan kesabaran dan kesadaran. Dan yang paling penting, kerja keras semua elemen di tubuh partai. [ded]
KOMENTAR ANDA