Kearifan lokal perlu diberdayakan untuk menjaga kelestarian hutan agar manfaatnya bisa terus dirasakan masyarakat. Hal itu disampaikan Pejabat Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Susilowati, saat peluncuran pemantauan REDD+ di palu, sabtu (31/8/2013).
"Memang Tuhan menciptakan hutan untuk manusia tapi pemanfaatannya harus bijak," kata Susilowati.
Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah ini mencontohkan di sebuah daerah di Thailand terdapat sebuah kelompok adat yang mengelola hutan dengan bijaksana.
Suku di daerah Chiang Mai itu memiliki populasi sekitar 105 orang dan selama 200 tahun tidak mengalami pertumbuhan penduduk secara signifikan.
"Mereka mengelola hutan dengan baik dengan kearifan lokal yang dimiliki," katanya.
Dia menuturkan, tali pusat setiap anak yang baru lahir dililitkan di sebuah pohon kecil, dan setelah anak itu berusia lima tahun akan diberitahu oleh orangtuanya,
"Ini pohonmu, kau harus menjaganya sampai besar."
Setiap pohon di suku pedalaman itu diberi nama sesuai anak yang baru lahir.
"Ini luar biasa, dan harus dicontoh," kata Susilowati.
Berbeda dengan warga yang tinggal di kawasan hutan Dongi-Dongi, Kabupaten Sigi.
Awalnya penduduk di Dongi-Dongi yang berada di kawasan hutan berjumlah sekitar 100 orang, dan kini sudah bertambah menjadi 1.000-an orang. Mereka merambah hutan untuk keperluan hidup, seperti bercocok tanam, dan perumahan.
"Kalau ini dibiarkan maka hutan di sekelilingnya akan habis," katanya.
Saat ini luas hutan di Sulawesi Tengah mencapai 4,1 juta hektare yang tersebar di 10 kabupaten dan satu kota. Dari luas tersebut, terdapat 288,5 ribu hektare lahan kritis, dan satu juta hektare hutan berpotensi kritis.
"Butuh puluhan tahun untuk merehabilitasi hutan berpotensi kritis itu," ujar Susilowati. [ant/hta]
KOMENTAR ANDA