Isu tes keperawanan bagi calon Siswi SMA di kota Prabumulih, Sumatera Selatan, menuai kemarahan publik. Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PPIPM), menegaskan hal ini menunjukkan keterbelakangan pemahaman masyarakat dan beberapa penyelenggara pendidikan atas pendidikan karakter.
Dalam pendidikan karakter salah satu aspeknya ialah penanaman nilai-nilai hak azasi manusia, non diskriminatif, belajar setara dan prinsip berkeadilan. Jika tes keperawanan bagi calon sisiwi SMA ini dilaksanakan, itu merupakan bentuk diskriminasi karena pendidikan ialah hak setiap warga negara tanpa memandang status sosialnya, hal tersebut juga akan melukai hati dan perasaan pelajar Sumatera Selatan khususnya, dan umumnya pelajar se-Indonesia.
"Karena jelas dengan tes keperawanan menjadi beban psikologis bagi siswi baik yang sudah berada di sekolah maupun yang akan mendaftar masuk sekolah," ujar Ketua PPIPM bidang Ipmawati, Imam Ahmad Amin AR, (Rabu, 21/08).
Tidak menutup kemungkinan, tes keperawanan akan menambah daftar korban bunuh diri di kalangan pelajar, bukan karena peserta didik tersebut sudah tidak perawan tetapi karena kecemasan dan ketakutan menghadapi tes keperawanan tersebut. Jika hal ini terjadi maka lembaga pendidikan kita gagal dalam melakukan pendidikan kepada generasi masa depan bangsa ini.
Mahasiswa lulusan jurusan Psikologi ini, berpendapat, tes keperawanan bukan solusi untuk menghindari perilaku negatif dan prostitusi di kalangan pelajar. Solusi terbaik melalui nilai-nilai yang diajarkan dalam setiap pelajaran yang dibuat sedemikian rupa agar apik dan menarik. Guru yang mengajar pun harus punya banyak metode dalam setiap pengajarannya supaya siswi tidak bosan di sekolah.
"PPIPM melihat dari berbagai aspek bahwa tes keperawanan sangat tidak mendatangkan manfaat. Bahkan ini bagian dari perilaku diskriminatif, melanggar HAM dan UU Perlindungan Anak yang sangat merugikan bagi pelajar," kata mantan Presiden Mahasiswa BEM Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta ini. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA