Pemerintah Indonesia kembali diingatkan agar sungguh-sungguh memperhatikan nasib Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luarnegeri.
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), organisasi mahasiswa Indonesia di luarnegeri, mengatakan hampir 80 persen TKI di luarnegeri bekerja sebagai buruh kasar dan pembantu rumahtangga. Mereka kerap dianggap sebagai tenaga kerja berkualitas rendah.
Kordinator Presidium Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) se-Dunia, Zulham Effendi, mengatakan, persoalan yang dialami TKI di luarnegeri cukup beragam. Dari gaji yang terbilang rendah, izin kerja yang bermasalah sampai agen yang tidak bertanggung jawab. Belum lagi perlakuan tidak manusia dan pelecehan seksual hingga pemerkosaan yang dilakukan majikan.
"Ada juga yang melarikan diri karena disiksa majikan. Juga ada yang harus menjadi isteri simpanan warga setempat agar aman dan dapat perlindungan," ujar Zulham.
Zulham memperkirakan kasus TKI yang diketahui publik di tanah air saat ini hanya sekitar 10 persen dari keseluruhan kasus yang ada. Sebagian besar dari kasus-kasus itu tidak terekspos, tidak terselesaikan dan bahkan terabaikan.
Pemerintah, menurut Zulham, harus melakukan setidaknya tiga hal demi mengurangi persoalan TKI di masa yang akan datang. Pertama menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin di tanah air. Kedua, kalau pun harus mencari rezeki di luarnegeri pemerintah harus memastikan bahwa TKI yang bekerja di luarnegeri itu memiliki pendidikan dan kompetensi yang memadai. Ketiga, pemerintah juga perlu menciptakan sistem yang mudah dan tidak memberatkan calon TKI yang ingin berangkat ke luar negeri.
Dalam penjelasan yang diterima redaksi, Zulham mengatakan bahwa pelajar Indonesia di luarnegeri juga terpanggil membenahi persoalan TKI. Pengurus PPI di sejumlah negara mempelopori berdirinya Universitas Terbuka dan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kompetensi TKI. Juga ada yang membantu mendirikan sekolah untuk anak-anak TKI yang dianggap ilegal.
"Agar bisa terus berperan untuk mendampigi TKI, PPI telah membentuk HelpCenter TKI yang dimulai dari tingkat ASEAN dengan PPI Malaysia sebagai kordinator wilayah ASEAN," ujar Zulham lagi.
PPI, masih ujarnya, juga merasa perlu mempertahankan dan memupuk nasionalisme TKI yang mengadu nasib di negeri orang. "Sehingga dimanapun mereka berada merah putih tetap di dada," demikian Zulham. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA