Polisi harus mengusut kemungkinan keterkaitan antara ledakan bom di Vihara dengan teror bom yang gagal di Polsek Rajapolah Tasikmalaya. Sebab di Polsek Rajapolah, bom gagal meledak dan di Vihara Ekayana, salah satu bomnya pun gagal meledak.
"Melihat kedua kasus ini bisa disimpulkan bahwa pembuatan kedua bom tersebut tidak sempurna. Artinya, pihak yang membuatnya bisa saja orang yang sama dan sedang belajar membuat bom untuk menebar teror. Siapa orangnya dan dari kelompok mana, tugas polisi untuk mengungkapkannya," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, dalam keterangan beberapa saat lalu (Senin, 5/8/2013).
Bila melihat perkembangan dari aksi-aksi teror belakangan ini, lanjut Neta, ada dua kelompok yang secara simultan mengembangkan pembuatan bom, yakni kelompok atau pengikut Sigit Qurdowi asal Solo dan kelompok Santoso dari Poso. Sigit sendiri sudah tewas dalam penyergapan beberapa tahun lalu di Solo, tapi sempat merekrut puluhan pengikut. Dan aksi teror bom bunuh diri di Polres Cirebon tahun 2011 lalu adalah aksi dari pengikutnya.
"Pertanyaannya kemudian adalah dari mana bahan peledak mereka? Apakah ada persamaan bahan peledak di Polsek Rajapolah dan di Viara Ekayana dengan 250 dinamit yang hilang? Jika tidak ada, masalahnya mungkin tidak terlalu mengkhawatirkan. Tapi jika ada, situasinya menjadi sangat mengkhawatirkan," ungkap Neta.
Sebab, masih kata, peledakan yang gagal di Rajapolah dan di Viara Ekayana bisa jadi sebuah ujicoba yang bukan mustahil para pelaku sedang merencanakan sebuah aksi teror besar dengan bahan peledak yang cukup besar yg mereka miliki.
"Untuk itu Polri harus segera mengungkap dan menangkap para pelaku agar hal-hal yang tak diinginkan tidak terjadi," demikian Neta. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA