Pemutaran film “The Act of Killing” dengan disertai tanya jawab dan diskusi di berbagai kota di Inggris dan Irlandia pada 28 Juni hingga Oktober 2013 merupakan propaganda untuk mendesak Pemerintah RI mengakui adanya kebenaran atas terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan pada 1965.
Tujuan akhirnya, menuntut Pemerintah RI meminta maaf kepada para korban dan keluarga korban.
Karena itu, pengamat politik dari Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi, Datuak Alat Tjumano, menegaskan, film 'The Act of Killing' harus segera ditanggapi oleh pemerintah, terutama oleh warga NU dan warga Masyumi. Karena film tersebut hanya membela eks PKI.
"Padahal, banyak warga NU terutama kiai yang dibantai oleh orang PKI," tegas Datuak, Senin (22/7/2013) malam.
Untuk meminimalisir dampak negatif film tersebut, perlu ada kesaksian dari kalangan akademisi yang mempunyai latar pendidikan di Barat atau AS serta mengetahui hiruk pikuk yang terjadi pada 1965. Lagipula, menurut lelaki asal Minang ini, film tersebut sangat tidak relevan untuk ditayangkan oleh Inggris.
"Jika Inggris menayangkan film tersebut merupakan bentuk 'hipokrit' karena pada kenyataannya Inggris juga telah banyak membunuh rakyat Indonesia sejak perang kemerdekaan di Jawa Timur," tegasnya terkait pemutaran film yang diprakarsai LSM Tapol Inggris bekerjasama dengan The Bertha Foundation dan Picturehousen Cinemas tersebut. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA