post image
KOMENTAR
Pemerintah tegas melarang komite sekolah ngobyek alias memanfaatkan momentum penerimaan siswa baru sebagai ajang berbisnis.

Instruksi untuk para komite sekolah itu disampaikan langsung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh. Menteri asal Surabaya itu mengatakan, kinerja komite sekolah yang melenceng selama ini harus diluruskan lagi.

"Saya juga pernah menjadi ketua komite sekolah. Harus berjalan sesuai rel yang telah ditetapkan," papar Nuh seperti dilansir dari JPNN, Minggu (21/7/2013).

Ketentuan soal komite sekolah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Nuh mengatakan, peran utama komite sekolah adalah menjembatani kepentingan sekolah, masyarakat, dan wali murid atau siswa. Ketika unsur itu harus terwakili di dalam sebuah komite sekolah.

Untuk urusan pendanaan sekolah, komite sekolah menjadi pihak yang berhak mengesahkan rencana anggaran dan belanja sekolah (RABS). Jika komite sekolah bisa berjalan sesuai dengan ketentuannya, penetapan biaya pendidikan di sekolah tertentu bisa diatur. Dan tidak memberatkan siswa kelompok miskin. Nuh juga menuturkan, banyak laporan keberadaan komite sekolah yang justru ikut dalam urusan penarikan pungutan siswa baru.

"Saya tegaskan segala pungutan, khususnya di pendidikan dasar (SD dan SMP sederajat) tidak boleh," katanya.

Tetapi di lapangan istilah pungutan itu kerap dikaburkan dengan embel-embel sumbangan pendidikan. Menurut Nuh, antara pungutan dan sumbangan itu berbeda sekali. Mantan rektor ITS itu menuturkan sumbangan adalah penarikan uang kepada wali siswa yang tidak mengikat jumlahnya dan cara membayarnya. Ada komite sekolah yang menyiasati pengutan dengan menetapkan sejumlah pilihan jumlah uang yang diminta.

"Seperti itu tetap namanya pungutan. Misalnya pilihan A Rp 1 juta, B Rp 750 ribu, dan C Rp 500 ribu, itu bukan sumbangan. Itu pungutan," uran mantan Menkominfo itu.

Nuh juga mewanti-wanti supaya komite sekolah tidak memanfaatkan masa tahun ajaran baru untuk mengeruk uang. Contoh kasus di Kota Bogor, ada komite sekolah yang menjual paket buku pelajaran kepada walimurid.

"Meskipun tidak tegas dikatakan menjual, saya yakin komite dapat uang dari wali murid dan komisi dari penerbit," tandasnya. Kasus ini terbongkar setelah salah satu dari buku yang diedarkan itu memuat konten pornografi.[rmol/hta]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas