post image
KOMENTAR
MBC. Kerinduan rakyat terhadap kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lebih dalam bila dibandingkan dengan kerinduan terhadap sosok sekaligus kepemimpinan Soeharto.

Hal itu terjawab setelah Prapancha Research (PR) melakukan pemantauan terhadap terhadap social media dua tahun ke belakang.

Dari semua ujaran perihal Gus Dur yang dikicaukan ulang di atas 50 kali. 38 persen di antaranya berujar tentang pemikiran atau kutipan pernyataannya yang mempromosikan toleransi; 24 persen kekaguman pribadi akun terkait pada sang tokoh; 16 persen pemikiran atau kebijakannya mengelola negara; 5 persen guyonan atau keseharian menariknya, dan 16 persen sisanya lain-lain.

“Gus Dur yang banyak diperbincangkan oleh orang-orang terkait kebijakan dan gagasannya yang tak biasa, justru menuai sentimen positif, yang tidak ditemukan terhadap figur-figur presiden lain pasca-Soekarno.” ujar Adi, analis PR, Sabtu (20/7/2013).

Temuan ini membongkar dugaan awam yang menganggap sejumlah besar masyarakat saat ini tengah merindukan kepemimpinan gaya Orde Baru.

 Gus Dur yang sempat memimpin Indonesia selama 21 bulan, terasa jauh lebih dirindukan dibanding Soeharto yang pernah berkuasa selama 32 tahun melalui pantauan sosial media.

Adi menjelaskan, seiring maraknya konflik horizontal yang meletup pasca-Orde Baru, yang secara intens diliput media, kebutuhan masyarakat akan ketenangan dirasa semakin tinggi. Namun, PR mendapati bahwa masyarakat Indonesia saat ini tidak hanya mendambakan “stabilitas” yang menjadi simbol Orde Baru. Sebagian masyarakat rupanya justru menginginkan sosok yang lebih dari sekadar tegas.

“Mereka menginginkan sosok yang mendekati bayangan ideal seorang bapak bangsa. Yang berusaha menyatukan kemajemukan bangsa bukan dengan kebijakan militeristik, melainkan dengan pendekatan humanis, membela kalangan minoritas dan memiliki pemikiran-pemikiran visioner. Di antara sosok-sosok yang pernah mengepalai pemerintahan di negeri ini, Gus Dur adalah sosok yang dibayangkan paling dekat dengan kriteria itu,” ujar Adi.

Selain itu, citra nyeleneh Gus Dur juga menjadi nilai tambah tersendiri. Guyonannya, suasana Istana yang menjadi santai di masanya, serta ungkapan khasnya, “Gitu aja kok repot,” terbukti menjadi bagian penting dari ingatan publik tentang Gus Dur. Menurut Adi, ini menjadikan Gus Dur diingat sebagai sosok yang dekat dan tidak mengambil jarak dengan rakyat. Satu hal yang nyaris tidak ada dalam komunikasi politik kita belakangan ini.

“Warisan utama Gus Dur adalah tindakan dan pemikirannya yang memperlakukan tiap warga sebagai subjek utama kehidupan bernegara di Indonesia. Itulah yang tampaknya dituntut publik, yang harus diteruskan oleh para pemimpin Indonesia ke depan,” tutup Adi. [rmol/hta] 

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas